Pembunuhan Massal 1965: Mengapa Terjadi Tragedi yang Mengguncang Indonesia?

Kuatbaca.com - Pembunuhan massal 1965 adalah salah satu tragedi paling kelam dalam sejarah Indonesia yang terjadi antara Oktober 1965 hingga Maret 1966. Tragedi ini melibatkan pembunuhan ratusan hingga jutaan orang yang diduga terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) oleh anggota tentara dan milisi antikomunis di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Jakarta, Jawa, Bali, dan Sumatera. Namun, apa yang menjadi latar belakang dan penyebab terjadinya pembunuhan massal 1965 ini?
Peristiwa G30S: Awal dari Kekacauan
Pembunuhan massal 1965 memiliki akar yang dalam pada peristiwa G30S, yang terjadi pada malam pergantian 30 September 1965 ke 1 Oktober 1965. Pada peristiwa tersebut, tujuh perwira TNI Angkatan Darat (AD) diculik dan dibunuh oleh pasukan Cakrabirawa yang dipimpin oleh Letkol Untung.
Awalnya, penculikan ini hanya merupakan rencana, tetapi berubah menjadi aksi pembunuhan. Setelah peristiwa ini, Jenderal Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), menyalahkan PKI sebagai dalang di balik G30S, meskipun hingga kini belum ada bukti pasti yang mendukung tudingan tersebut.
Pembersihan Komunis dan Isu Kudeta
Tudingan terhadap PKI sebagai dalang G30S menjadi pembenaran bagi Soeharto dan sejumlah rekan-rekannya untuk memberantas anggota PKI dan simpatisan PKI di seluruh Indonesia. Selain tudingan terhadap PKI, isu kudeta yang diduga akan dilakukan oleh Dewan Jenderal terhadap Soekarno juga memicu langkah-langkah ini.
Soeharto mengirimkan pasukan terjun payung Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhie ke berbagai daerah, termasuk Semarang, Jawa Tengah. Di sana, markas PKI sudah dibakar oleh warga, dan tentara bersama penduduk setempat membantai orang-orang yang diduga komunis.
Supersemar dan Pembersihan yang Semakin Gencar
Pada 11 Maret 1966, Soekarno mengeluarkan Supersemar, surat kuasa yang memberikan wewenang kepada Soeharto untuk mengatasi situasi krisis di Indonesia. Dengan Supersemar ini, Soeharto tidak ragu-ragu untuk menumpas PKI di seluruh negeri.
Tidak kurang dari 500.000 orang yang diduga terkait dengan PKI atau simpatisannya dituduh dan dibunuh. Menurut hasil penyelidikan Komnas HAM, sekitar 32.774 orang hilang dan beberapa tempat diidentifikasi sebagai lokasi pembantaian. Beberapa penelitian juga menyebutkan jumlah korban mencapai lebih dari 2 juta orang.
Diskriminasi dan Dampak Terhadap Keluarga Korban
Tidak hanya korban yang mengalami penderitaan, tetapi keluarga mereka juga mengalami diskriminasi. Mereka kehilangan pekerjaan, sulit melanjutkan pendidikan, dan dikucilkan dari masyarakat. Mereka juga kesulitan mendapatkan pekerjaan dan hidup dengan damai setelah tragedi ini.
Pada 2008, Komnas HAM membentuk Tim Penyelidikan Pro Justisia untuk menyelidiki peristiwa pembunuhan massal 1965. Setelah empat tahun bekerja, tim ini memeriksa 349 saksi korban dan mengunjungi tempat-tempat yang diduga sebagai lokasi penahanan. Pada 23 Juli 2012, tim ini mengumumkan hasil penyelidikannya dan menyatakan adanya dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa pembunuhan PKI 1965.
Kesimpulan
Pembunuhan massal 1965 adalah sebuah tragedi yang mengguncang Indonesia dan memakan banyak korban. Latar belakangnya melibatkan peristiwa G30S, tudingan terhadap PKI, dan isu kudeta. Dengan kuasa dari Supersemar, Soeharto memimpin pembersihan massal terhadap anggota PKI dan simpatisannya di seluruh negeri. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga keluarga mereka yang mengalami diskriminasi. Penyelidikan atas tragedi ini masih berlanjut, dan pembelajaran dari masa lalu menjadi penting untuk mencegah terulangnya
(*)