Mengenal Tiga Serangkai: Pendiri Indische Partij dan Pelopor Nasionalisme Indonesia

Kuatbaca.com - Tiga Serangkai adalah sebutan yang disematkan kepada tiga tokoh besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, yakni Douwes Dekker, dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara. Ketiganya memiliki peran sentral dalam mendirikan organisasi politik Indische Partij (IP) pada tahun 1912—sebuah organisasi pertama di Hindia Belanda yang secara terang-terangan menyerukan kemerdekaan dari penjajahan.
1. Indische Partij dan Semangat Kebangkitan Nasional
Indische Partij lahir di tengah semangat awal abad ke-20, masa di mana kesadaran nasional rakyat Indonesia mulai bangkit. Organisasi ini didirikan setelah Boedi Oetomo dan Sarekat Islam, dan membawa warna baru dalam pergerakan nasional karena secara eksplisit menolak kolonialisme serta memperjuangkan kesetaraan antara penduduk pribumi dan kaum Indo-Eropa.
Berbeda dengan organisasi sebelumnya yang masih terbatas pada kegiatan sosial dan kultural, IP mengusung agenda politik yang berani: kemerdekaan penuh dari penjajahan Belanda. Oleh sebab itu, organisasi ini dilarang pemerintah kolonial hanya setahun setelah berdiri. Namun demikian, dampak dari pergerakan yang diprakarsai Tiga Serangkai tetap menjadi inspirasi perlawanan di masa-masa berikutnya.
2. Douwes Dekker: Penulis dan Penggagas Nasionalisme Multirasial
Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, atau yang dikenal sebagai Danudirja Setiabudi setelah menjadi warga negara Indonesia, adalah figur utama yang menggagas berdirinya Indische Partij. Lahir di Pasuruan, Jawa Timur, pada 8 Oktober 1879, ia berasal dari keturunan campuran Belanda dan Jawa.
Douwes Dekker dikenal sebagai jurnalis dan penulis yang vokal melawan ketidakadilan sistem kolonial. Ia juga masih memiliki hubungan keluarga dengan Multatuli (Eduard Douwes Dekker), penulis Max Havelaar, buku yang mengecam praktik kolonialisme Belanda di Hindia Belanda.
Sebagai tokoh pergerakan, ia memperjuangkan kemerdekaan dan kesetaraan antara penduduk Eropa, Indo, dan pribumi. Semangat multikultural dan integratif yang ia usung menjadi fondasi kuat dalam pembentukan IP. Ia wafat di Lembang pada 28 Agustus 1950, dan dikenang sebagai tokoh pluralisme dalam sejarah Indonesia.
3. dr. Cipto Mangunkusumo: Dokter Rakyat yang Lantang Menentang Penjajah
Lahir pada 4 Maret 1886 di Pecangakan, Jepara, dr. Cipto Mangunkusumo adalah tokoh nasionalis yang mengabdikan hidupnya dalam dua bidang: kesehatan dan perlawanan terhadap kolonialisme. Ia menempuh pendidikan di Sekolah Kedokteran STOVIA, Batavia, dan menyuarakan nasionalisme sejak masih berstatus mahasiswa.
Cipto dikenal sebagai orator ulung dan pemikir kritis yang tak segan mengkritik kebijakan pemerintah kolonial. Keaktifannya dalam berbagai pergerakan membuatnya beberapa kali dibuang oleh Belanda ke luar Jawa.
Selain memperjuangkan kemerdekaan lewat IP, ia juga berkontribusi dalam bidang kesehatan, terutama untuk kalangan masyarakat miskin. Namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit pendidikan terbesar di Indonesia: RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta. Ia wafat pada 8 Maret 1943.
4. Ki Hajar Dewantara: Bapak Pendidikan Nasional Indonesia
Raden Mas Suwardi Suryaningrat, atau lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. Ia berasal dari lingkungan bangsawan Paku Alam, namun memilih meninggalkan gelarnya demi lebih dekat dengan rakyat. Ia adalah tokoh pendidikan yang sangat berpengaruh dalam membentuk sistem pendidikan nasional yang inklusif.
Sebelum fokus di bidang pendidikan, Suwardi aktif dalam pergerakan politik, termasuk sebagai pendiri Indische Partij. Ia pernah dibuang ke Belanda akibat tulisan kritiknya yang berjudul "Seandainya Aku Seorang Belanda", yang menyindir tajam praktik kolonialisme.
Setelah kembali ke tanah air, Ki Hajar mendirikan Perguruan Taman Siswa, lembaga pendidikan yang memberi kesempatan belajar bagi kaum pribumi tanpa diskriminasi. Berkat jasa-jasanya, tanggal kelahirannya ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ia wafat pada 26 April 1959 dan hingga kini dikenang sebagai pelopor pendidikan kebangsaan Indonesia.
5. Warisan Perjuangan Tiga Serangkai Bagi Bangsa Indonesia
Tiga Serangkai bukan hanya simbol dari keberanian politik di masa penjajahan, tetapi juga lambang sinergi lintas disiplin dan latar belakang dalam memperjuangkan kemerdekaan. Mereka memperkuat pergerakan nasional dengan gagasan, tulisan, dan tindakan nyata yang menyasar kesadaran rakyat akan pentingnya kebebasan, kesetaraan, dan pendidikan.
Meskipun Indische Partij tidak berumur panjang, namun semangatnya tetap hidup dan menjadi inspirasi bagi organisasi-organisasi politik berikutnya seperti Partai Indonesia, Pendidikan Nasional Indonesia (PNI), dan gerakan kemerdekaan yang lebih masif menjelang proklamasi 1945.
Tiga Serangkai adalah representasi dari generasi awal pejuang kemerdekaan Indonesia yang berpikir maju, berani menentang penjajahan, dan berjuang melalui jalur intelektual serta politik. Lewat Indische Partij, mereka menciptakan pondasi awal bagi gerakan nasional yang akhirnya membawa Indonesia menuju kemerdekaan. Nama-nama mereka kini tak hanya dikenal sebagai tokoh sejarah, tetapi juga simbol nilai-nilai luhur kebangsaan yang relevan sepanjang masa.