Kuatbaca - Hingga akhir April 2025, jumlah wajib pajak badan yang mengajukan penundaan untuk penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Tahun 2024 tercatat mencapai 2.477. Penundaan ini, meskipun terlihat sebagai keterlambatan, sebenarnya memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut untuk tetap melaporkan kewajiban perpajakannya dalam bentuk SPT sementara. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengonfirmasi bahwa meskipun penundaan ini diajukan, kewajiban pelaporan tetap harus dilakukan.
Menurut Suryo Utomo, Direktur Jenderal Pajak, langkah ini bukan berarti bahwa para wajib pajak badan ini mengabaikan kewajiban mereka untuk melapor. Justru, mereka melaporkan pajak mereka dengan menyampaikan SPT sementara, yang diizinkan berdasarkan regulasi perpajakan yang berlaku. Dalam pelaporan sementara ini, wajib pajak dapat melaporkan kekurangan pembayaran yang nantinya akan dilunasi setelah laporan selesai.
Lebih lanjut, Suryo menjelaskan bahwa meskipun SPT Tahunan bagi wajib pajak badan memiliki tenggat waktu pelaporan pada 30 April 2025, peraturan perpajakan memberikan kelonggaran untuk memperpanjang waktu pelaporan tersebut hingga dua bulan, yaitu sampai dengan 30 Juni 2025. Perpanjangan waktu ini memungkinkan wajib pajak badan untuk menyelesaikan administrasi perpajakan mereka dengan lebih leluasa.
Perpanjangan waktu pelaporan ini berdasarkan pada Pasal 3 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Dalam pasal tersebut, diatur bahwa wajib pajak badan diperbolehkan untuk mengajukan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama dua bulan setelah batas waktu pelaporan yang telah ditentukan. Hal ini memberikan kelonggaran bagi perusahaan untuk memastikan bahwa laporan mereka sudah lengkap dan akurat sebelum diserahkan ke pihak pajak.
Keputusan untuk memberikan kelonggaran ini bertujuan agar para wajib pajak dapat mempersiapkan laporan dengan lebih baik, khususnya dalam menghitung kewajiban pajak yang lebih kompleks bagi badan usaha. Hal ini juga menjadi solusi bagi perusahaan yang menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan laporan tepat waktu karena berbagai alasan administratif atau teknis.
Meskipun ada sejumlah wajib pajak badan yang mengajukan penundaan, Kementerian Keuangan melaporkan bahwa jumlah total wajib pajak yang telah melaporkan SPT mereka pada 11 April 2025 mencapai sekitar 13 juta. Angka ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 3,26% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, mayoritas adalah wajib pajak orang pribadi, dengan 12,63 juta SPT tahunan dilaporkan. Sementara itu, sebanyak 380 ribu SPT berasal dari wajib pajak badan.
Pelaporan SPT melalui berbagai platform teknologi semakin memudahkan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban mereka. Sebanyak 10,98 juta laporan SPT dilaporkan menggunakan e-filing, 1,49 juta melalui e-form, dan 630 menggunakan e-SPT. Sistem e-filing, yang memungkinkan wajib pajak melaporkan pajak mereka secara elektronik, telah menjadi pilihan utama yang mempermudah proses pelaporan.
Dengan adanya perpanjangan waktu dan kemudahan dalam pelaporan menggunakan sistem elektronik, diharapkan tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia terus meningkat. Kementerian Keuangan, melalui DJP, juga terus melakukan pembenahan sistem perpajakan untuk memastikan bahwa seluruh wajib pajak, baik badan maupun pribadi, dapat melaporkan kewajiban perpajakannya dengan mudah dan tepat waktu.
Penting bagi setiap wajib pajak, baik badan usaha maupun individu, untuk memahami ketentuan perpajakan dan memanfaatkan berbagai fasilitas yang disediakan pemerintah. Pelaporan pajak yang akurat tidak hanya mendukung pembangunan negara, tetapi juga menciptakan iklim usaha yang lebih transparan dan berkelanjutan.
Namun, meski sistem pelaporan sudah semakin efisien, tantangan dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak masih besar. Banyak perusahaan dan individu yang perlu lebih aktif dalam memahami dan mengikuti kewajiban perpajakan mereka. Oleh karena itu, sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif perlu terus dilakukan agar masyarakat semakin menyadari pentingnya melaporkan pajak secara benar dan tepat waktu.
Dengan dukungan teknologi dan kebijakan yang lebih mendukung, Indonesia dapat mengoptimalkan penerimaan pajak yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.