Tarif Trump Guncang Industri Otomotif Inggris: Produksi Mobil Anjlok ke Titik Terendah

Kuatbaca - Industri otomotif Inggris tengah mengalami tekanan berat. Dalam lima bulan terakhir, produksi kendaraan di negeri Ratu Elizabeth mengalami penurunan tajam secara konsisten. Tren ini tak bisa dilepaskan dari dampak kebijakan dagang baru Amerika Serikat yang memberlakukan tarif tinggi atas mobil dan suku cadang dari luar negeri, termasuk dari Inggris.
Menurut data terbaru dari sektor industri otomotif Inggris, volume produksi mobil pada Mei 2025 hanya mencapai 49.810 unit. Angka ini mencerminkan penurunan sebesar hampir 33 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Lebih mengkhawatirkan lagi, ini merupakan volume produksi terendah sejak 1949—tidak termasuk masa pandemi saat pabrik-pabrik sempat tutup total.
Pasar Ekspor Utama Ikut Terpukul
Amerika Serikat dan Uni Eropa selama ini menjadi dua pasar ekspor terbesar bagi industri otomotif Inggris. Namun, pengiriman mobil ke kedua wilayah tersebut turut merosot tajam. Ekspor ke Uni Eropa menurun lebih dari 22 persen, sementara ekspor ke AS bahkan terjun bebas hingga 55 persen. Penurunan ini berdampak langsung pada aktivitas pabrik dan jumlah tenaga kerja di sektor terkait.
Beberapa pabrikan ternama, termasuk merek mewah seperti Jaguar Land Rover dan Aston Martin, bahkan terpaksa menghentikan sementara pengiriman kendaraan ke Amerika Serikat. Mereka memilih menunggu kejelasan arah kebijakan perdagangan internasional, yang belakangan memang terus berubah seiring dengan kebijakan ekonomi agresif dari pemerintahan Trump.
Tarif 25% Jadi Pemicu Utama
Salah satu penyebab utama kekacauan ini adalah kebijakan tarif 25 persen yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump terhadap seluruh mobil dan suku cadang yang diimpor ke negaranya sejak awal April 2025. Kebijakan ini merupakan langkah balasan dalam ketegangan dagang internasional yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Akibatnya, biaya ekspor bagi produsen Inggris melonjak drastis, sehingga membuat mobil buatan Inggris menjadi kurang kompetitif di pasar Amerika. Banyak perusahaan otomotif yang sebelumnya sangat mengandalkan pasar AS kini harus menyusun ulang strategi bisnisnya, termasuk kemungkinan mengalihkan fokus ke pasar domestik atau Asia.
Celah Kecil: Keringanan Tarif Sementara
Meski sempat menekan produsen mobil Inggris secara ekstrem, pemerintah AS akhirnya mengambil langkah kompromi. Pada awal Mei 2025, Trump menandatangani kebijakan baru yang memberikan keringanan tarif bagi 100.000 unit mobil pertama asal Inggris yang diimpor ke AS tiap tahun, dengan tarif hanya 10 persen.
Langkah ini dianggap sebagai sinyal awal dari kemungkinan perbaikan hubungan dagang antara kedua negara. Namun, jumlah kendaraan yang diizinkan dalam skema ini masih terbatas, dan tidak cukup untuk memulihkan kerugian yang sudah terjadi dalam lima bulan terakhir.
Kondisi yang dihadapi sektor otomotif Inggris saat ini memang jauh dari ideal. Namun di balik tantangan tersebut, mulai muncul optimisme baru. Pelaku industri menilai bahwa pembukaan jalur diplomasi dagang yang lebih konstruktif dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa bisa menjadi kunci pemulihan.
Negosiasi perjanjian perdagangan bilateral yang lebih menguntungkan diyakini dapat membawa angin segar bagi pabrikan-pabrikan otomotif di Inggris. Selain itu, dorongan dari pemerintah Inggris sendiri untuk memperkuat kebijakan industri dalam negeri menjadi faktor penting dalam menghadapi dinamika global.
Industri otomotif selama ini merupakan tulang punggung ekonomi Inggris, menyerap ratusan ribu tenaga kerja dan menjadi salah satu penyumbang utama ekspor nasional. Namun situasi saat ini menunjukkan betapa rentannya sektor tersebut terhadap guncangan geopolitik dan kebijakan luar negeri negara mitra.
Dengan tantangan dari tarif dagang, perubahan preferensi pasar, dan transisi global menuju kendaraan listrik, produsen Inggris dituntut untuk beradaptasi lebih cepat. Dalam beberapa bulan ke depan, hasil dari diplomasi perdagangan serta respons strategis dari pelaku industri akan menentukan apakah Inggris bisa kembali bangkit atau justru tenggelam lebih dalam dalam krisis produksi otomotif ini.