Tantangan Pendanaan Iklim: Indonesia Butuh Rp 4.550 Triliun, Pemerintah Hanya Punya 30 Persen

12 June 2025 11:52 WIB
menlu-sugiono-1749700154751_169.jpeg

Kuatbaca - Indonesia tengah berada di titik krusial dalam perjalanan menuju masa depan berkelanjutan. Dengan target ambisius untuk menurunkan emisi karbon dan mempercepat transisi menuju energi bersih, kebutuhan pendanaan untuk mewujudkan rencana tersebut mencapai angka fantastis—sekitar US$ 280 miliar atau sekitar Rp 4.550 triliun hingga tahun 2030.

Namun, dari kebutuhan raksasa itu, hanya sekitar 30 persen yang mampu ditanggung oleh pemerintah. Artinya, ada kekurangan sekitar Rp 3.185 triliun yang harus dicarikan solusinya. Kesenjangan pembiayaan ini bukan hanya angka di atas kertas, tapi menjadi cermin betapa pentingnya kolaborasi lintas sektor, baik nasional maupun internasional.

Membuka Pintu untuk Investasi Swasta

Menyadari keterbatasan dana publik, pemerintah kini gencar membuka jalan bagi investor swasta untuk turut ambil bagian dalam misi penyelamatan iklim ini. Presiden Prabowo Subianto, melalui jajaran kementerian terkait, telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menarik minat investor global—mulai dari penyederhanaan regulasi, pembukaan pasar infrastruktur, hingga perluasan model kemitraan.

Bukan hanya soal membangun pembangkit energi terbarukan atau memperluas jaringan transportasi ramah lingkungan. Pemerintah juga mulai melirik potensi investasi yang melibatkan masyarakat lokal secara aktif. Ini adalah bagian dari transformasi model Public Private Partnership (PPP) klasik menjadi skema kolaborasi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Ketegangan Antara Nasionalisme Ekonomi dan Kebutuhan Global

Namun, di tengah upaya membuka pintu seluas-luasnya untuk investasi, muncul tantangan lain: kebijakan nasional yang cenderung berfokus ke dalam. Tren ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain yang kini menata ulang arah pembangunan pasca pandemi.

Kondisi tersebut memunculkan kekhawatiran akan adanya hambatan dalam kerja sama internasional. Untuk itu, pemerintah perlu menyeimbangkan antara kepentingan domestik dengan kebutuhan global. Dibutuhkan diplomasi pembangunan yang kuat dan pendekatan yang fleksibel, agar Indonesia tetap menjadi mitra strategis di mata investor asing.

Infrastruktur Lebih dari Sekadar Beton dan Baja

Membangun infrastruktur bukan hanya soal jalan, jembatan, atau pembangkit listrik. Lebih dari itu, pembangunan harus menciptakan dampak nyata bagi masyarakat. Dalam konteks aksi iklim, infrastruktur yang dibangun harus mampu menurunkan emisi, memperbaiki kualitas hidup, dan memberdayakan komunitas lokal.

Karena itu, pemerintah mendorong proyek-proyek pembangunan yang tidak hanya berorientasi pada output fisik, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan lingkungan. Ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang telah menjadi komitmen global, termasuk bagi Indonesia.

Bagi investor yang memiliki pandangan jauh ke depan, situasi ini sebenarnya bisa menjadi peluang emas. Indonesia adalah salah satu negara dengan potensi energi terbarukan terbesar di dunia—baik tenaga surya, angin, hingga panas bumi. Pasar domestik yang besar dan terus berkembang juga menjanjikan keuntungan jangka panjang.

Dengan kebijakan yang semakin pro-investasi dan dorongan untuk mewujudkan ekosistem pembangunan hijau, saat ini adalah momentum yang tepat bagi sektor swasta untuk terlibat lebih aktif. Bukan hanya untuk mencari profit, tapi juga menjadi bagian dari solusi global menghadapi krisis iklim.

Perjalanan menuju 2030 tidak akan mudah. Indonesia menghadapi tekanan dari banyak arah—mulai dari kebutuhan teknologi tinggi, tantangan birokrasi, hingga kesenjangan kapasitas di tingkat lokal. Namun dengan komitmen politik yang kuat, serta dukungan dari komunitas internasional dan pelaku industri, harapan untuk menutup kesenjangan pendanaan tetap terbuka lebar.

Yang dibutuhkan saat ini adalah aksi nyata dan kemitraan strategis. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Masyarakat, dunia usaha, dan komunitas global harus bergerak bersama agar target iklim Indonesia tidak sekadar menjadi retorika, tapi benar-benar membawa perubahan.

pemerintah

Fenomena Terkini






Trending