Kekhawatiran tengah menyelimuti hubungan kerja sama antara sektor swasta dan pemerintah dalam pembiayaan infrastruktur nasional. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dody Hanggodo, mengungkapkan adanya sinyal dari kalangan pengusaha lokal yang mulai enggan terlibat dalam proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Dalam gelaran Creative Infrastructure Financing Forum (CreatIFF) 2025 yang berlangsung di kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Selasa (3/6/2025), Dody mengungkapkan bahwa Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dhony Rahajoe, menyampaikan secara informal bahwa banyak pelaku usaha kini merasa enggan untuk kembali menjalin kerja sama KPBU.
"Pak Dhony sempat menyampaikan bahwa pelaku swasta agak trauma untuk kembali terlibat di KPBU. Ini tentu perlu didalami lebih lanjut," ujar Dody dalam pidatonya.
Pemerintah saat ini tengah menggenjot kemitraan dengan sektor swasta sebagai strategi mengatasi keterbatasan fiskal. Berdasarkan RPJMN 2025–2029, kebutuhan investasi infrastruktur nasional mencapai Rp 1.905 triliun, dengan proyeksi kekurangan pendanaan (funding gap) mencapai Rp 753 triliun. Karena itu, partisipasi swasta menjadi sangat vital.
Dody menegaskan bahwa pihaknya akan segera mengambil langkah untuk menyelesaikan persoalan ini agar iklim investasi di sektor infrastruktur tetap kondusif. “Kalau pelaku lokal saja sudah tidak berminat, bagaimana kita bisa menarik minat investor asing? Itu logikanya,” tegasnya.
Menanggapi keluhan dunia usaha, Kementerian PUPR berkomitmen melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk terhadap regulasi dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku saat ini. Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur, Rachman Arief, dalam forum yang sama.
"Kami akan identifikasi titik-titik permasalahannya, termasuk dari sisi regulasi dan proses bisnis. SOP dan kesiapan dokumen proyek juga akan kami benahi," ujar Rachman.
Pihaknya juga menyoroti pentingnya penyusunan dokumen readiness criteria yang memenuhi syarat, agar proyek dapat segera dijalankan tanpa menimbulkan masalah lanjutan seperti ketidaksiapan lahan, persoalan AMDAL, atau skema pembiayaan yang tidak matang.
Rachman menyatakan, pihaknya kini tengah menyusun strategi untuk melakukan kurasi proyek infrastruktur secara lebih selektif. Hal ini bertujuan agar proyek-proyek yang dijalankan benar-benar feasible dan tidak membebani fiskal negara.
"Tugas kami adalah memastikan KPBU tetap berjalan tanpa terlalu mengandalkan pendanaan dari pemerintah. Dalam kondisi fiskal saat ini, kami akan lakukan perhitungan sangat hati-hati," tegasnya.
Sebagai catatan, anggaran Kementerian PUPR tahun 2025 mengalami pemangkasan signifikan sebesar Rp 81,38 triliun, menyisakan hanya sekitar Rp 29,57 triliun. Kondisi ini semakin mempertegas pentingnya kolaborasi dengan sektor swasta demi kelangsungan pembangunan infrastruktur nasional.