Kuatbaca - Langkah Mahkamah Agung (MA) dalam mempromosikan Eko Aryanto, hakim yang menangani kasus korupsi Harvey Moeis, menjadi Hakim Tinggi di Papua Barat menuai sorotan. Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Rudianto Lallo, mengingatkan MA agar lebih selektif dalam menentukan promosi hakim, terutama menyangkut aspek integritas dan rekam jejak yang bersih.
Menurut Rudianto, promosi jabatan di lingkungan peradilan tidak seharusnya dilakukan secara terburu-buru, terutama jika hakim yang bersangkutan memiliki catatan aduan atau laporan dari masyarakat. Ia menekankan pentingnya integritas sebagai pertimbangan utama dalam memutuskan mutasi atau kenaikan jabatan seorang hakim.
"Kalau memang ada aduan atau laporan terkait integritas, seharusnya hakim tersebut dipertimbangkan kembali untuk dipromosikan. Jangan buru-buru, biarkan proses pertanggungjawaban berjalan dulu," ujarnya tegas.
Rudianto menilai bahwa dalam setiap proses promosi, MA perlu melihat produk hukum yang dihasilkan oleh hakim bersangkutan. Apakah putusannya adil, transparan, dan tidak berpihak? Aspek ini, menurutnya, menjadi cerminan utama integritas seorang hakim yang layak mendapat promosi.
Lebih jauh, Rudianto juga mempertanyakan keputusan MA yang terkesan terburu-buru dalam memutasi Eko Aryanto ke Papua Barat. Pasalnya, hakim tersebut diketahui masih menjalani proses pemeriksaan oleh Komisi Yudisial (KY). Bagi Rudianto, sebaiknya MA menunda proses mutasi hingga hasil pemeriksaan KY selesai.
"Saya rasa, kalau masih dalam proses pemanggilan dari lembaga seperti KY, sebaiknya mutasi atau promosi ditunda dulu. Ini demi menjaga transparansi dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan kita," tambahnya.
Selain itu, Rudianto mengingatkan bahwa laporan dari masyarakat seharusnya menjadi bahan pertimbangan yang penting bagi MA dalam proses promosi. Langkah tersebut, menurutnya, akan menjaga kredibilitas institusi peradilan di mata masyarakat.
Rudianto berharap agar proses promosi di MA tidak semata-mata didasari oleh kedekatan atau hubungan personal, melainkan atas dasar penilaian objektif terhadap kinerja dan integritas hakim yang bersangkutan. Ia juga mengingatkan bahwa hakim yang masih memiliki masalah hukum sebaiknya tidak dipromosikan hingga persoalan tersebut benar-benar diselesaikan.
"Kalau memang banyak aduan atau laporan, apalagi terkait kasus yang ditangani, itu seharusnya menjadi bahan pertimbangan utama dalam promosi. Jangan sampai ada persepsi negatif di masyarakat bahwa promosi didasarkan pada faktor non-profesional," ungkap Rudianto.
Meski begitu, Rudianto tetap menghormati kewenangan penuh MA dalam melakukan mutasi dan promosi hakim. Baginya, proses rotasi dalam lembaga peradilan adalah hal yang wajar sebagai bentuk penyegaran organisasi. "Itu hak prerogatif pimpinan MA, tapi tentu diharapkan lebih selektif," ujarnya menutup pernyataan.
Sementara itu, pihak Mahkamah Agung melalui juru bicaranya, Yanto, menegaskan bahwa mutasi Eko Aryanto ke Papua Barat merupakan bagian dari kebutuhan organisasi. Menurutnya, wilayah Papua Barat masih kekurangan hakim, sehingga penempatan Eko Aryanto di sana adalah langkah untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
"Kemarin (Eko) lulus eksaminasi hakim tinggi, dan Papua Barat memang masih kekurangan hakim," jelas Yanto. Ia juga menegaskan bahwa mutasi tersebut tidak ada kaitannya dengan perkara yang pernah ditangani Eko sebelumnya.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi, menambahkan bahwa dalam rapat pimpinan pada 9 Mei 2025, sebanyak 11 hakim dimutasi ke wilayah Indonesia Timur, termasuk Papua Barat. Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya penyegaran dan penguatan organisasi peradilan di wilayah tersebut.
Kasus promosi ini memunculkan kritik dari berbagai pihak, termasuk legislator di Komisi III DPR. Mereka berharap MA bisa lebih selektif dalam melakukan mutasi, terutama kepada hakim yang masih memiliki catatan aduan. Di sisi lain, MA meyakinkan bahwa langkah tersebut murni didasari kebutuhan organisasi dan bukan faktor eksternal lainnya.
Rudianto dan sejumlah anggota Komisi III DPR mendorong agar proses promosi di lembaga peradilan ke depan bisa lebih transparan, berbasis pada kinerja nyata, dan bebas dari kepentingan tertentu. Dengan begitu, integritas peradilan sebagai pilar utama penegakan hukum dapat tetap terjaga di mata masyarakat.
Apakah Anda setuju bahwa promosi hakim seharusnya lebih mengutamakan integritas dan rekam jejak yang bersih?