Prediksi Korban PHK Tahun 2025 Capai 280 Ribu Orang

20 May 2025 21:36 WIB
rapat-dewan-pengawas-dewas-bpjs-ketenagakerjaan-di-dpr-1747732751573_169.jpeg

Kuatbaca - Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan memperkirakan jumlah pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepanjang tahun 2025 dapat mencapai angka 280 ribu orang. Prediksi ini muncul di tengah tren peningkatan kasus PHK yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Data yang dihimpun menunjukkan bahwa fenomena ini menjadi perhatian serius karena berpotensi memengaruhi stabilitas sosial dan ekonomi tenaga kerja di Indonesia.

Tren PHK Meningkat, Data Terbaru Jadi Alarm

Berdasarkan data resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan, sepanjang tahun 2024 terdapat sekitar 77.960 pekerja yang terkena PHK. Sedangkan pada periode Januari hingga April 2025, sudah tercatat 24.360 orang yang terdampak PHK. Angka-angka ini menunjukkan bahwa meskipun tahun berjalan baru sebagian, jumlah PHK sudah mengindikasikan tren yang mengkhawatirkan dan berpotensi melonjak.

Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Muhammad Zuhri, menegaskan bahwa angka prediksi 280 ribu tersebut merupakan estimasi awal yang harus menjadi perhatian semua pihak, terutama pemerintah dan pengusaha, agar segera mengambil langkah antisipatif. Ia mengingatkan bahwa prediksi ini bukan angka final, tetapi sinyal bagi semua pemangku kepentingan untuk menyiapkan strategi perlindungan tenaga kerja yang lebih efektif.

Studi Kasus PHK Besar Tahun 2024

Fenomena PHK masif tidak hanya sebatas angka statistik, tetapi juga terkonfirmasi lewat sejumlah kasus besar di berbagai perusahaan. Pada 2024, dua kasus PHK yang paling menonjol terjadi di grup usaha PT Sri Rejeki Isman (Sritex) dan PT Danbi International. Sritex mengalami klaim PHK untuk hampir 9.900 karyawan dengan nilai klaim mencapai Rp 223,9 miliar. Sedangkan Danbi International melaporkan sekitar 2.077 kasus PHK dengan klaim senilai Rp 44 miliar.

Kasus-kasus ini menjadi cermin bagaimana kondisi ketenagakerjaan rentan terdampak perubahan ekonomi dan operasional perusahaan. Kondisi ini juga memberikan pelajaran berharga bagi BPJS Ketenagakerjaan untuk terus meningkatkan layanan dan perlindungan bagi peserta.

Upaya Optimalisasi Layanan dan Edukasi Peserta

Menanggapi kondisi tersebut, Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan telah berkoordinasi dengan Direksi BPJS untuk memperkuat berbagai strategi layanan. Beberapa langkah yang diusulkan meliputi layanan jemput bola atau layanan on the spot untuk memudahkan pekerja yang terkena PHK dalam mengakses haknya, serta optimalisasi penggunaan teknologi digital agar klaim dan pelayanan menjadi lebih cepat dan mudah.

Selain itu, koordinasi yang lebih intensif dengan berbagai pihak terkait juga dianggap penting untuk mempercepat penanganan klaim dan memaksimalkan sosialisasi serta edukasi kepada pekerja tentang hak dan prosedur mereka. Pendekatan ini diharapkan bisa menjadi model yang efektif ketika menghadapi lonjakan kasus PHK di masa mendatang.

Selain angka dan layanan, pengawasan juga mengungkap sejumlah permasalahan terkait hak pekerja yang terdampak PHK. Salah satu isu utama adalah masalah kepailitan perusahaan yang seringkali menyebabkan pekerja terjebak dalam ketidakpastian status, sehingga mereka harus mengundurkan diri tanpa memperoleh hak pesangon yang seharusnya diterima.

Selain itu, adanya penangguhan klaim Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi persoalan lain yang ditemukan. Beberapa pekerja yang dirumahkan tanpa menerima gaji tetap terdaftar sebagai peserta aktif, sehingga proses klaim JHT mereka terhambat dan tidak dapat segera dicairkan.

Kenaikan angka PHK bukan hanya soal kehilangan pekerjaan, tapi juga berpengaruh besar pada kehidupan sosial dan ekonomi pekerja serta keluarganya. Ketidakpastian pendapatan dan hak yang belum terpenuhi bisa berujung pada tekanan finansial dan psikologis yang mendalam.

Oleh karena itu, pemerintah, pengusaha, dan BPJS Ketenagakerjaan perlu terus berkolaborasi dalam memperkuat perlindungan tenaga kerja, meningkatkan kualitas layanan klaim, dan mempercepat proses penanganan PHK agar dampak negatifnya bisa diminimalisir.

pemerintah

Fenomena Terkini






Trending