Prabowo Resmikan Proyek Energi Terbarukan di Cepu, Waka MPR Soroti Dampak Ekonomi

Kuatbaca.com - Presiden Prabowo Subianto hari ini melakukan peresmian sejumlah proyek energi terbarukan di kawasan Cepu. Acara tersebut menjadi momentum penting bagi Indonesia dalam memperkuat komitmennya terhadap transisi energi bersih. Proyek yang diresmikan mencakup pembangkit energi surya, angin, dan bioenergi. Ini menunjukkan bahwa pemerintah serius mendorong diversifikasi sumber energi serta mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil impor.
1. Efek Ekonomi Terlihat Menurut Waka MPR Eddy Soeparno
Menyambut peresmian tersebut, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno, menegaskan bahwa proyek ini akan memberikan dampak besar bagi perekonomian Indonesia. Ia mengungkapkan, meski kaya sumber daya energi, negara kita masih mengimpor bahan bakar dalam jumlah besar:
"Bayangkan saja, kita impor 1 juta barel minyak mentah per hari, kita impor LPG untuk memasak, belum impor solar dan minyak tanah. Melalui pengembangan sumber-sumber energi terbarukan yang kita miliki, Indonesia tidak saja mengurangi bahkan menihilkan impor energi ke depannya, tetapi juga menjadi salah satu negara penghasil sumber energi baru dan terbarukan (EBT) terbesar di Asia."
Dengan kata lain, proyek ini akan membantu menurunkan biaya impor dan menciptakan peluang kemandirian energi.
2. Dampak Multiplier Effect dari Proyek Energi Baru
Menurut Eddy, pembangunan energi terbarukan tak hanya soal kapasitas listrik semata. Ia menyoroti multiplier effect yang begitu luas—dari hal-hal berikut:
Masuknya investasi besar, baik dalam negeri maupun asing, ke sektor energi hijau.
Transfer teknologi modern, misalnya sistem kendali digital untuk pembangkit, yang akan meningkatkan kapasitas lokal.
Penyerapan tenaga kerja seluas mungkin, mulai dari konstruksi hingga operasional.
Penguatan industri pendukung, seperti pabrik komponen energi, pabrikan alat elektromedik, hingga produk ekspor.
Ia menyampaikan bahwa sektor-sektor terkait, seperti data center, industri pakaian dan sepatu olahraga, akan terdorong beralih menggunakan listrik dari energi terbarukan—sebuah tren yang makin populer secara global.
3. Pilar Ekonomi Karbon: Peluang Baru Indonesia
Lebih lanjut, Eddy juga menjelaskan bahwa selain energi, Indonesia bisa mengembangkan ekonomi karbon. Negara kita memiliki potensi menjadi salah satu produsen kredit karbon terbesar di dunia.
"Indonesia juga akan membangun pilar ekonomi baru ke depannya, yakni ekonomi karbon. Ini adalah peluang ekonomi yang sangat besar dan dapat menjadi sumber pendapatan negara yang sangat berarti," ujarnya, menyampaikan optimisme bahwa kredit karbon akan dibutuhkan oleh perusahaan domestik dan global yang ingin meng-offset emisi mereka.
Skema ini bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga membuka jalur ekonomi baru yang berkelanjutan.
4. Energi Terbarukan Sebagai Pilar Ketahanan Nasional
Eddy mengajak semua pihak—pemerintah, investor, dan pelaku usaha—untuk mempercepat transisi energi. Baginya, ketahanan dan kemandirian energi adalah fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Transisi ini tidak semata-mata soal pengurangan karbon, tetapi juga sarana untuk membangun ekosistem industri modern, menumbuhkan lapangan pekerjaan, dan melahirkan inovasi teknologi.
5. Tantangan Implementasi dan Perluasan Proyek
Walaupun efek ekonomi yang dijanjikan besar, Eddy mengingatkan bahwa tantangan implementasi tetap ada. Infrastruktur distribusi energi, regulasi yang konsisten, hingga pembiayaan jangka panjang harus disiapkan matang. Tanpa itu, proyek-proyek seperti di Cepu bisa berhenti di tengah jalan.
Ia menekankan perlunya kolaborasi antara pusat dan daerah, serta keterbukaan terhadap investor dan masyarakat, agar proyek ekonomi energi baru benar-benar memberi manfaat nyata.
Finally, Eddy Soeparno mencoba menegaskan visi besarnya: Indonesia tidak hanya menjadi konsumen energi bersih, tapi juga pionir di sektor ini. Dengan potensi terbesar di Asia dan dukungan kebijakan, transtisi energi yang masif bisa mendorong Indonesia menjadi negara tujuan investasi hijau, pusat produksi teknologi EBT, dan pusat perdagangan kredit karbon global.