Kuatbaca - Kehadiran modal tambahan bagi perusahaan sangat krusial, khususnya di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu. Hal ini tampak dari kesepakatan terbaru yang dicapai antara Komisi XI DPR RI dan AirNav Indonesia. Komisi XI DPR RI telah memberikan lampu hijau bagi Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk AirNav Indonesia sebesar Rp 1,55 triliun pada tahun 2023. Detail modal ini mencakup PMN tunai sebesar Rp 659,19 miliar dan PMN non tunai senilai Rp 892 miliar.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit, menyatakan persetujuan ini pada suatu Rapat Dengar Pendapat bersama Kementerian Keuangan dan AirNav Indonesia. Pihaknya mempercayai bahwa penyertaan modal ini dapat memberikan dorongan signifikan bagi perkembangan navigasi penerbangan di Indonesia.
1. Manfaat PMN Tunai
Adapun pemanfaatan PMN tunai yang mencapai Rp 659,19 miliar rencananya akan dialokasikan untuk peningkatan sarana navigasi penerbangan. Hal ini meliputi peremajaan peralatan untuk 4 sistem Air Traffic Management (ATM) yang berada di beberapa kota besar seperti Jakarta, Balikpapan, Medan, dan Pontianak. Di sisi lain, modal ini juga akan memberikan dukungan terhadap pemindahan Ibu Kota Negara dan pengambilalihan pengelolaan ruang udara di Kepulauan Riau dan Natuna.
Sedangkan, untuk PMN non tunai yang mencapai Rp 892 miliar, diperuntukkan bagi penguatan struktur modal serta meningkatkan kapasitas operasional AirNav Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan optimasi manfaat dari Kementerian Perhubungan yang berhubungan dengan navigasi penerbangan.
Direktur Utama AirNav Indonesia, Polana Banguningsih Pramesti, memberikan pandangannya mengenai dana segar ini. Menurutnya, PMN ini mampu mengoptimalisasi kapasitas ruang udara, yang pada akhirnya berpotensi meningkatkan kontribusi bagi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Lebih dari itu, ini juga berdampak positif terhadap mobilitas penumpang dan barang, serta menjaga reputasi Indonesia dalam hal keselamatan dan kualitas pelayanan navigasi penerbangan.
Dalam latar belakang pemberian PMN tunai ini, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Rionald Silaban, mengungkapkan bahwa pandemi COVID-19 telah memberikan tekanan besar bagi AirNav Indonesia. Penurunan pendapatan signifikan terjadi pada tahun buku 2020 dan 2021, dimana AirNav mengalami kerugian yang mencapai angka sekitar Rp 500 miliar. Oleh karena itu, PMN ini diharapkan dapat membantu pemulihan kondisi perusahaan dan mendorong kembali kemajuan sektor navigasi penerbangan di Tanah Air.
Dengan demikian, kesepakatan ini menandai komitmen kuat dari pemerintah untuk terus mendukung sektor penerbangan, khususnya di aspek navigasi. Ini tentunya menjadi kabar baik bagi para stakeholder dan masyarakat yang memanfaatkan jasa penerbangan di Indonesia.