Kuatbaca.com - Isu potongan aplikasi ojek online (ojol) kembali memanas setelah ribuan pengemudi melakukan unjuk rasa di Jakarta dan berbagai daerah. Mereka mendesak pemerintah serta perusahaan aplikator untuk menurunkan potongan yang saat ini mencapai 20%, karena dianggap membebani pendapatan harian mereka. Merespons hal ini, pemerintah menyatakan komitmennya untuk menjadi jembatan antara para pengemudi dan pihak aplikator guna mencari solusi terbaik.
1. Aksi Besar-besaran Driver Ojol Jadi Titik Awal
Belum lama ini, ribuan pengemudi ojek online dari berbagai wilayah berkumpul di pusat-pusat kota untuk menyampaikan aspirasi mereka. Tuntutan utama yang disuarakan adalah pemangkasan potongan aplikasi dari 20% menjadi 10%. Para driver menilai bahwa potongan sebesar itu menggerus penghasilan mereka, terutama di tengah naiknya biaya hidup dan harga bahan bakar. Aksi ini menjadi sorotan nasional dan membuka ruang dialog antara pihak ojol, aplikator, serta pemerintah.
2. Pemerintah Ambil Peran Sebagai Mediator
Menanggapi keresahan tersebut, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam. Ia menegaskan bahwa pemerintah sedang berusaha untuk menjadi penengah dalam konflik antara driver ojol dan perusahaan aplikator. Prasetyo menyatakan bahwa solusi harus dicari bersama melalui komunikasi intensif antara kedua belah pihak.
“Kita sedang berusaha menjembatani, mengkomunikasikan antara aplikator dan teman-teman pekerja ojol untuk mencari titik temu ya. Karena memang harus duduk dan dibicarakan ya. Karena masing-masing kemudian kan memiliki perhitungan-perhitungan ya,” ujar Prasetyo kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (23/5/2025).
3. Perbedaan Pandangan Antara Driver dan Aplikator
Permintaan pengemudi untuk menurunkan potongan aplikasi menjadi 10% ternyata bertabrakan dengan kebijakan bisnis para aplikator. Menurut keterangan Prasetyo, perusahaan aplikasi memiliki perhitungan internal yang membuat skema 80:20 dianggap paling ideal. Namun, pemerintah tidak menutup mata terhadap aspirasi pengemudi yang merasa tertekan dengan sistem bagi hasil saat ini.
“Teman-teman aplikator memiliki perhitungan dan merasa komposisi 80%-20% itu sudah yang paling tepat. Tapi kemudian juga ada aspirasi dari teman-teman ojol yang porsi 20%-nya itu menjadi 10%,” jelasnya lebih lanjut.
4. Koordinasi Antar-Kementerian untuk Cari Jalan Tengah
Langkah konkret sudah mulai diambil pemerintah melalui koordinasi dengan sejumlah kementerian terkait. Dalam beberapa waktu terakhir, beberapa kementerian telah menerima perwakilan driver ojol untuk mendengarkan langsung keluhan mereka. Diharapkan, dengan sinergi lintas kementerian, bisa tercipta solusi yang adil bagi semua pihak.
“Ini kami sudah coba komunikasikan beberapa kementerian terkait. Kemarin juga sudah menerima audiensi dari teman-teman ojol untuk segera kita carikan titik temunya,” ungkap Prasetyo.
5. Ojol Jadi Pilar Ekonomi Rakyat yang Tak Bisa Diabaikan
Pemerintah juga menyoroti pentingnya kontribusi pengemudi ojek online terhadap ekonomi nasional. Jumlah driver yang besar serta mobilitas mereka yang tinggi menjadikan ojol sebagai sektor strategis dalam mendukung aktivitas masyarakat sehari-hari. Dari mengantar makanan, barang, hingga mobilitas individu, para pengemudi ojol dinilai telah menjadi penggerak ekonomi digital di tingkat mikro.
“Karena bagaimanapun juga saudara-saudara kita di Ojol ini juga salah satu penggerak roda ekonomi kita. Jumlahnya juga cukup besar dari sisi jumlah pekerja. Kemudian dari sisi kegiatan ekonominya juga itu signifikan. Membantu kita semua kan,” tutup Prasetyo.
Ke depan, pemerintah berharap semua pihak dapat menemukan titik temu. Tujuannya adalah menciptakan sistem kerja yang adil, transparan, dan saling menguntungkan. Dengan potongan aplikasi yang proporsional dan sistem kerja yang mendukung kesejahteraan, para pengemudi dapat menjalankan pekerjaannya dengan lebih baik, sementara aplikator tetap bisa menjalankan bisnis secara berkelanjutan.