Pemerintah Dorong Pemanfaatan DTSEN untuk Pengentasan Kemiskinan: Kolaborasi Pusat dan Daerah Jadi Kunci

Kuatbaca.com - Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI) terus menguatkan langkah dalam menanggulangi kemiskinan melalui pendekatan berbasis data. Salah satu terobosan penting yang tengah diarusutamakan adalah pemanfaatan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai landasan utama dalam penyusunan program-program kesejahteraan sosial. Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono, menekankan bahwa pendekatan ini bertujuan agar bantuan sosial (bansos) yang disalurkan tepat sasaran dan mampu menjangkau masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
DTSEN menjadi acuan dalam penyaluran berbagai bentuk bantuan sosial, termasuk bansos triwulan kedua tahun 2025. Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025, yang mewajibkan kementerian terkait mengandalkan data tunggal sebagai basis perencanaan dan pelaksanaan program sosial. Selain itu, Inpres Nomor 8 Tahun 2025 juga menggarisbawahi pentingnya penggunaan data yang valid dalam rangka penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia.
1. Ajakan untuk Pemerintah Daerah Berbasis Kolaborasi
Dalam sebuah pertemuan bersama Bupati Lombok Timur, Haerul Warisin, di Kantor Kemensos Jakarta pada Jumat, 20 Juni 2025, Wamensos Agus mengajak seluruh pemerintah daerah di Indonesia untuk turut menjadikan DTSEN sebagai referensi utama dalam menyusun dan melaksanakan program pengentasan kemiskinan di wilayah masing-masing. Menurutnya, sinergi antara pusat dan daerah akan mempercepat penanggulangan kemiskinan serta memastikan efektivitas penggunaan anggaran negara.
"Untuk menyusun program ke depan, terutama dalam penghapusan kemiskinan ekstrem, Pemda harus menggunakan DTSEN, supaya ada sinergi antara Pemda dengan pemerintah pusat," kata Agus.
Kolaborasi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah diyakini menjadi kunci agar program sosial tidak hanya formalitas, namun benar-benar memberikan dampak langsung kepada masyarakat yang berada di garis kemiskinan.
2. Pemutakhiran Data: Tanggung Jawab Bersama yang Harus Objektif
Pentingnya data yang akurat menjadi sorotan dalam upaya pemanfaatan DTSEN. Wamensos Agus menegaskan bahwa data sosial ekonomi bersifat dinamis dan harus diperbarui secara berkala. Oleh sebab itu, ia meminta agar pemerintah daerah melakukan pemutakhiran data setiap tiga bulan sekali. Hal ini krusial agar tidak ada masyarakat yang berhak tetapi terlewat, maupun masyarakat yang tidak layak namun masih menerima bantuan.
Ia juga mengingatkan agar dalam proses pemutakhiran, tidak ada unsur subjektivitas atau kepentingan pribadi yang memengaruhi keputusan. Ia mencontohkan praktik-praktik nepotisme yang kerap terjadi di tingkat desa harus dihindari.
"Ini temannya kepala desa, ini saudaranya kepala desa, itu tidak boleh," tegas Agus dengan nada serius.
3. Penonaktifan PBI JKN dan Peluang Reaktivasi
Dalam kesempatan tersebut, Wamensos juga membahas mengenai 7,39 juta peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) yang telah dinonaktifkan. Ia menjelaskan bahwa peserta yang masih memenuhi kriteria berdasarkan data DTSEN, khususnya mereka yang berada dalam desil 1 hingga 5, masih memiliki peluang untuk diaktifkan kembali.
Menurutnya, proses reaktivasi akan dilakukan secara selektif dan berdasarkan verifikasi lapangan. Langkah ini bertujuan agar program jaminan kesehatan yang bersumber dari anggaran negara tepat sasaran dan tidak mengalami kebocoran.
4. Respon Positif dari Pemerintah Daerah
Ajakan Wamensos untuk menggunakan DTSEN sebagai acuan pembangunan sosial mendapat sambutan baik dari pemerintah daerah. Bupati Lombok Timur, Haerul Warisin, menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh agenda Kemensos dalam penanggulangan kemiskinan. Ia bahkan menyatakan kesiapan daerahnya untuk secara aktif melakukan pembaruan data serta berkolaborasi menyusun intervensi sosial yang akurat.
"Berkaitan pemutakhiran data ini, insyaallah kita siap untuk melaksanakan," ujar Haerul.
Haerul juga memaparkan bahwa saat ini, sekitar 3,21% penduduk Lombok Timur masih berada dalam kategori miskin ekstrem. Ia mengakui bahwa untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan dukungan dari pemerintah pusat, baik dalam bentuk kebijakan, data, maupun anggaran.