Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, secara resmi mengesahkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Permenkomdigi) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial pada Jumat (16/5/2025). Regulasi ini ditujukan untuk menstandarisasi tarif serta kualitas layanan pengiriman barang di Indonesia.
Aturan baru ini tidak menghapus program bebas ongkir (gratis ongkos kirim) yang populer di kalangan marketplace, namun membatasi frekuensi pelaksanaannya agar lebih terstruktur dan tidak merugikan pihak lain di industri logistik.
“Sebagai konsumen tentu kita menyukai promosi bebas ongkir. Tapi dari sisi pelaku usaha, itu adalah bagian dari strategi pemasaran. Di sisi lain, kami sebagai regulator berkewajiban melindungi para kurir yang kerap terdampak oleh kebijakan promosi berlebihan,” ujar Wakil Menkomdigi, Angga Raka Prabowo, dalam konferensi pers di Jakarta.
Menkomdigi Meutya Hafid menjelaskan bahwa dalam aturan terbaru ini, program gratis ongkir hanya boleh dijalankan secara terbatas, maksimal tiga hari dalam sebulan. Tujuannya adalah menciptakan industri yang berkelanjutan dan sehat.
“Kita ingin industri ini tidak hanya murah di awal, tapi juga tetap kuat dalam jangka panjang. Maka perlu batasan agar tidak menciptakan ketidakseimbangan,” jelas Meutya.
Dalam pemaparannya, Meutya menjelaskan lima poin strategis yang menjadi pilar utama dari kebijakan ini:
Meutya menyampaikan harapannya agar kebijakan ini bisa menciptakan ekosistem pos komersial yang sehat, adil, dan adaptif terhadap dinamika industri.
“Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, kami resmi meluncurkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial,” tutupnya dalam pidato peluncuran.
Kebijakan ini menjadi langkah penting pemerintah dalam menjembatani kebutuhan konsumen, kepentingan pelaku usaha, serta perlindungan terhadap pekerja jasa logistik—menuju industri pengiriman yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.