Kuatbaca - Baru-baru ini beredar kabar mengenai kasus pinjaman online atau yang dikenal dengan sebutan "pinjol" yang menghebohkan publik. Disebutkan bahwa korban pinjol tak mampu melunasi tagihan yang jumlahnya dua kali lipat dari pinjaman awal, yang diduga menjadi salah satu faktor pemicu korban mengakhiri hidupnya.
Dalam kaitan dengan peristiwa tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tampaknya tak tinggal diam. Friderica Widyasari, yang menjabat sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, menyatakan bahwa timnya tengah berupaya memanggil pihak terkait guna klarifikasi.
1. Panggilan Kepada AdaKami
Deputi Komisioner Perlindungan OJK, Sarjito, turut mengonfirmasi bahwa pemanggilan kepada AdaKami, platform pinjaman online yang diduga terlibat, sedang berlangsung. "Kami sedang mempelajari informasi yang beredar di media sosial mengenai AdaKami," tuturnya.
Sebuah postingan di akun sosial media @rakyatvspinjol menyinggung mengenai korban yang meminjam uang sejumlah Rp 9,4 juta melalui platform AdaKami. Namun, tagihan yang diajukan pada korban mencapai Rp 19 jutaan, dimana platform ini mematok bunga pinjaman sebesar 0,4% setiap hari ditambah biaya administrasi sebesar 100%.
Informasi tersebut mengundang reaksi dari Asosiasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending Indonesia (AFPI). Sekretaris Jenderal AFPI, Sunu Widyatmoko, mengatakan bahwa dirinya baru mengetahui kabar tersebut. "Kami akan segera meminta klarifikasi kepada AdaKami terkait hal ini. Jika memang benar, tim kami akan memberikan teguran kepada mereka," jelas Sunu.
Mengenai ketentuan pinjaman, Sunu menegaskan bahwa batas maksimum bunga pinjaman adalah 0,4% per hari dengan akumulasi total yang tidak boleh melebihi 100%. Jika akumulasi bunga melampaui batas tersebut, maka AFPI akan mengatur agar tagihan yang dikenakan hanya sebatas 100%.
Dengan situasi ini, Sunu menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk selalu waspada dan melaporkan setiap pelanggaran yang ditemukan terkait ketentuan pinjaman online kepada AFPI. Keselamatan dan kesejahteraan masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama dalam industri fintech.
Peristiwa ini semakin menegaskan pentingnya regulasi yang jelas dalam industri pinjol. Hal ini tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga menjaga reputasi industri fintech di Indonesia agar tetap kredibel di mata masyarakat.