Kuatbaca - Nama Nadiem Makarim kembali menjadi pusat perhatian publik setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan surat pencegahan terhadap mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tersebut. Keputusan itu didasarkan pada proses penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop untuk program pendidikan tahun 2019 hingga 2022, yang diketahui terjadi saat Nadiem masih menjabat.
Namun di tengah riuh pemberitaan mengenai langkah Kejagung, muncul pernyataan mengejutkan dari kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea. Ia mengungkapkan bahwa kliennya, Nadiem Makarim, hingga saat ini belum mendapat pemberitahuan resmi soal status pencegahan bepergian ke luar negeri.
Hotman Paris memastikan bahwa baik dirinya sebagai kuasa hukum maupun Nadiem sendiri belum menerima pemberitahuan langsung dari Kejaksaan Agung. Bahkan ia menekankan, kliennya belum mengetahui sama sekali bahwa namanya masuk dalam daftar pihak yang dicegah bepergian ke luar negeri.
“Tidak ada komunikasi resmi. Klien saya belum tahu apa-apa,” ungkap Hotman ketika dihubungi pada Jumat (27/6/2025).
Meski demikian, Hotman menyatakan pihaknya memilih untuk menunggu perkembangan selanjutnya sembari bersikap kooperatif. Menurutnya, tidak ada urgensi untuk bereaksi secara emosional sebelum ada kejelasan hukum dan komunikasi resmi dari otoritas terkait.
Langkah pencegahan terhadap Nadiem diketahui mulai berlaku sejak 19 Juni 2025. Berdasarkan keterangan Kejaksaan, pencegahan tersebut akan berlangsung selama enam bulan ke depan. Artinya, hingga akhir tahun ini, Nadiem Makarim tidak diizinkan untuk bepergian ke luar negeri dalam rangka memperlancar proses penyidikan.
Menurut keterangan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, keputusan tersebut merupakan bagian dari strategi hukum yang bertujuan memastikan tidak ada hambatan dalam pengungkapan fakta-fakta di balik kasus dugaan penyimpangan pengadaan laptop Chromebook yang menelan anggaran besar.
Program pengadaan laptop yang menjadi fokus penyidikan adalah bagian dari kebijakan digitalisasi pendidikan di masa pandemi. Kala itu, pemerintah melalui Kemendikbudristek menggulirkan kebijakan untuk menyediakan perangkat teknologi ke berbagai sekolah di seluruh Indonesia.
Namun dalam perjalanannya, muncul dugaan bahwa proyek tersebut tidak berjalan sesuai rencana. Sejumlah laporan menyebutkan bahwa banyak perangkat tidak sampai ke sekolah tepat waktu, bahkan ada yang tak dapat digunakan sesuai spesifikasi yang dijanjikan. Hal ini kemudian menarik perhatian aparat penegak hukum.
Meski belum ada penetapan tersangka terhadap Nadiem Makarim, status pencegahan ini menimbulkan spekulasi luas di masyarakat. Apakah ini hanya bentuk antisipasi dalam penyidikan, atau ada keterkaitan langsung dengan mantan menteri tersebut?
Sementara berbagai pihak berspekulasi, Hotman Paris tetap memilih bersikap tenang. Ia menegaskan bahwa kliennya tidak akan mengambil langkah hukum apa pun sebelum ada komunikasi resmi dari lembaga penegak hukum. Hingga saat ini, menurut Hotman, tidak ada surat pemanggilan, permintaan klarifikasi, atau panggilan pemeriksaan terhadap Nadiem.
Sikap ini juga menunjukkan bahwa pihak Nadiem ingin menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan tak ingin menimbulkan kegaduhan. Jika memang diperlukan, Hotman menyatakan siap mendampingi kliennya dalam memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh aparat.
Munculnya nama Nadiem dalam pemberitaan kasus ini memunculkan berbagai reaksi dari masyarakat, khususnya para pemerhati pendidikan. Banyak pihak menantikan kejelasan dan transparansi proses hukum agar tidak timbul prasangka buruk terhadap pihak-pihak yang belum terbukti bersalah.
Di sisi lain, publik juga berharap Kejagung dapat bekerja secara profesional dan objektif, tanpa intervensi politik ataupun tekanan publik, sehingga kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum tetap terjaga.