Mengatasi Tingginya Biaya Layanan Pinjol: Permintaan Regulasi Klarifikasi dari OJK

Kuatbaca - Biaya layanan dalam pinjaman online (pinjol) telah menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat karena dianggap terlalu tinggi. Beberapa kasus bahkan menunjukkan biaya layanan yang hampir menyamai besaran pinjaman itu sendiri. Dalam konteks ini, banyak yang mempertanyakan kebijakan biaya dalam industri pinjol.
1. Isu Biaya Layanan yang Tinggi
Pada beberapa tangkapan layar yang beredar di media sosial, terlihat bahwa salah satu pinjol memberlakukan biaya layanan yang sangat tinggi, hampir mencapai 100% dari jumlah pinjaman. Contohnya, dalam kasus pinjaman pokok sebesar Rp 19.600.000, biaya layanan yang dikenakan mencapai Rp 16.169.994 dengan tambahan biaya bunga sebesar Rp 2.940.003.
Sementara itu, pada pinjaman pokok sebesar Rp 3.700.000, biaya layanan mencapai Rp 3.420.018 dengan tambahan biaya bunga Rp 187.460 dan PPN sebesar Rp 159.178. Kejadian-kejadian semacam ini telah memicu perhatian masyarakat dan pihak terkait terhadap transparansi dan keadilan dalam biaya layanan pinjol.
2. Permintaan Regulasi yang Lebih Klar
Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies, menyuarakan keprihatinannya terhadap biaya layanan yang tinggi dalam pinjol. Ia meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengeluarkan regulasi yang lebih jelas mengenai biaya layanan dalam Peraturan OJK (POJK). Menurutnya, saat ini terdapat kekosongan regulasi karena biaya layanan tidak diatur secara eksplisit dalam POJK.
Bhima Yudhistira menganggap bahwa OJK harus menetapkan batas maksimum biaya layanan agar calon peminjam tidak merasa dirugikan oleh biaya yang terlalu tinggi. Ia menekankan pentingnya peran OJK dalam memastikan bahwa biaya asuransi, yang seharusnya digunakan sebagai pengganti pinjaman macet, tidak dibebankan kepada peminjam.
3. Biaya Asuransi Seharusnya Ditanggung oleh Pemberi Pinjaman
Sarana R. Wijaya, Peneliti Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, sependapat dengan Bhima Yudhistira. Menurutnya, biaya asuransi dalam pinjaman seharusnya ditanggung oleh pemberi pinjaman, bukan oleh peminjam. Hal ini sesuai dengan aturan POJK No 10 tahun 2022, khususnya pasal 35 ayat 3 yang menyatakan bahwa "Penyelenggara wajib memfasilitasi mitigasi risiko bagi pengguna."
Dalam konteks pinjaman fintech, aturan tersebut menunjukkan bahwa asuransi kredit harus ditanggung oleh pemberi pinjaman, bukan oleh peminjam atau penyedia fintech pinjaman. Selain itu, tarif biaya asuransi harus ditentukan berdasarkan beberapa faktor, termasuk profil risiko dan riwayat kredit macet.
Isu biaya layanan yang tinggi dalam pinjol menjadi perhatian serius. Permintaan untuk regulasi yang lebih jelas dan transparansi dalam biaya layanan telah diajukan oleh pihak terkait. Dalam konteks ini, peran OJK diharapkan untuk memastikan bahwa biaya asuransi dan biaya layanan dalam pinjol tidak memberatkan peminjam. Keseluruhan regulasi yang lebih tegas dan efektif dapat memberikan perlindungan kepada konsumen dan menjaga integritas industri pinjol secara keseluruhan. Seiring perkembangan selanjutnya, perhatian publik tetap terfokus pada upaya mengatasi masalah biaya layanan yang tinggi dalam pinjaman online.