Kuatbaca.com- Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengeklaim data intelijen terkait internal partai politik yang dikantongi Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak ada kaitannya dengan sikap cawe-cawe.
Pernyataan itu Mahfud sampaikan saat dimintai tanggapannya berkait kekhawatiran data intelijen yang dikantongi Jokowi bakal digunakan untuk cawe-cawe atau ikut campur.
“Alaah, siapa saja harus punya (data intelijen soal partai) kalau presiden, tidak hanya Pak Jokowi. Enggak urusan-urusan cawe-cawe, urusan tidak, itu tidak ada kaitannya,” kata Mahfud saat ditemui awak media di Gedung Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Jakarta Pusat, Minggu (17/9/2023).
Menurut Mahfud, Undang-Undang memerintahkan pihak intelijen memberikan informasi setiap saat, termasuk mengenai kondisi partai politik, kepada presiden.
Karena itu, kata Mahfud, Jokowi tentu mendapatkan informasi intelijen terkait kondisi partai politik dalam kondisi normal, terlebih saat menjelang pemilu.
“Tidak ada pemilu pun tahu, apalagi pemilu. Tidak ada pemilu pun presiden tahu data tentang parpol,” ujar Mahfud.
1. Mahfud menegaskan, Jokowi tidak bisa disalahkan karena mengantongi informasi internal partai politik dari intelijen.
Sebab, pejabat setingkat menteri koordinator (Menko) pun menerima informasi atau laporan intelijen dalam kurun waktu sekitar sebulan sekali.
Selain persoalan partai politik, kata Mahfud, Jokowi juga mendapatkan laporan informasi intelijen terkait keamanan, persoalan hukum, hingga masalah yang sensitif di masyarakat.
“Kalau presiden tiap hari, pagi ini ada apa, ini ada apa. Itu biasa, punya data parpol itu biasa, sudah tahu semua,” tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengaku mengetahui keinginan partai politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Pernyatan itu Jokowi sampaikan di depan relawan pendukungnya ketika membuka Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor, Sabtu (16/9/2023).
"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju ke mana juga saya ngerti," kata Jokowi, Sabtu.
Meski demikian, Jokowi tidak mengungkap informasi apa yang ia ketahui terkait keinginan partai politik itu.
Ia hanya menyebut informasi tersebut diperoleh dari aparat intelijen di bawah kendalinya, baik Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, maupun Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Dan informasi-informasi di luar itu, angka, data, survei, semuanya ada, dan itu hanya miliknya presiden karena dia langsung ke saya," ujar Jokowi.
Untuk diketahui, beberapa bulan lalu Jokowi mengakui bahwa dirinya "cawe-cawe" atau mencampuri urusan kontestasi politik menjelang Pemilu 2024.
Pernyataan Jokowi tersebut disampaikan ketika bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional di Istana Kepresidenan, Jakarta pada 29 Mei 2023.
Jokowi menilai, bangsa ini membutuhkan pemimpin yang bisa menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada 2030.
Oleh karena itu, Presiden Ketujuh RI itu menilai, kebijakan dan strategi kepemimpinan berikutnya akan menjadi penentu Indonesia untuk menjadi negara maju atau tidak.
"Karena itu saya 'cawe-cawe'. Saya tidak akan netral karena ini kepentingan nasional," kata Jokowi di hadapan para pemimpin redaksi media massa nasional saat itu.
"Kesempatan kita hanya ada 13 tahun ke depan. Begitu kita keliru memilih pemimpin yang tepat untuk 13 tahun ke depan, hilanglah kesempatan untuk menjadi negara maju," ujarnya lagi.(*)