Kuatbaca - Pemerintah Indonesia kembali menaikkan Harga Patokan Ekspor (HPE) untuk produk konsentrat tembaga. Kenaikan ini berlaku untuk periode 15 hingga 30 Juni 2025 dan tercatat dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1515 Tahun 2025. Dalam penetapan terbarunya, HPE konsentrat tembaga (dengan kadar tembaga minimal 15 persen) ditetapkan sebesar US$ 4.606,40 per Wet Metric Ton (WMT), atau naik sekitar 1,2 persen dibandingkan periode sebelumnya yang berada di angka US$ 4.552,47 per WMT.
Kenaikan ini bukanlah keputusan sepihak. Sebaliknya, ia mencerminkan dinamika global yang saat ini sedang bergerak cepat. Permintaan terhadap logam-logam strategis, termasuk tembaga, terus meningkat di pasar internasional, terutama dari negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi seperti Tiongkok. Negeri Tirai Bambu tersebut tengah menggencarkan pembangunan infrastruktur dan memperluas proyek energi terbarukan—dua sektor yang sangat bergantung pada logam, termasuk tembaga.
Seiring meningkatnya kebutuhan, pasokan tembaga justru terpantau stagnan bahkan cenderung menyusut akibat gangguan produksi dan rantai pasok di beberapa negara produsen utama. Ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan inilah yang akhirnya memicu lonjakan harga logam secara global, termasuk komoditas ikutan seperti emas dan perak.
Tak hanya tembaga, harga mineral lainnya pun turut terdongkrak. Selama bulan Juni 2025, harga perak mengalami kenaikan sebesar 3,5 persen, tembaga naik 1,3 persen, dan emas tumbuh 1,1 persen. Lonjakan ini memberi dorongan tambahan terhadap nilai jual konsentrat tembaga, mengingat produk ini seringkali mengandung mineral ikutan tersebut. Dalam praktiknya, naiknya harga mineral ikutan dapat membuat nilai ekspor konsentrat tembaga menjadi lebih tinggi dari perkiraan awal.
Efek domino dari kenaikan harga logam mulia ini menciptakan peluang ekonomi bagi negara pengekspor, termasuk Indonesia, yang memiliki cadangan tembaga melimpah. Kenaikan HPE pun memberikan ruang fiskal tambahan melalui peningkatan penerimaan negara dari bea keluar ekspor komoditas.
Dalam penetapan HPE, pemerintah tidak berjalan sendiri. Proses ini melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga teknis, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta Kementerian Perindustrian. Kolaborasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa angka yang ditetapkan benar-benar mencerminkan realitas pasar global dan dapat memberikan kepastian usaha bagi pelaku industri dalam negeri.
Sebagai acuan teknis, data dari bursa logam internasional seperti London Metal Exchange (LME) untuk tembaga serta London Bullion Market Association (LBMA) untuk emas dan perak digunakan untuk menetapkan harga referensi. Hal ini dilakukan agar keputusan pemerintah selaras dengan mekanisme pasar dan tidak merugikan eksportir nasional maupun perekonomian secara keseluruhan.
Bagi perusahaan tambang, kenaikan HPE berarti dua hal. Di satu sisi, potensi pendapatan dari ekspor meningkat seiring dengan naiknya harga patokan. Namun, di sisi lain, mereka juga harus memperhitungkan bea keluar yang mengikuti skema tarif progresif. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para eksportir untuk mengelola efisiensi produksi sambil menjaga daya saing produk tambangnya di pasar global.
Kepastian harga patokan yang transparan dan berdasarkan data global memberikan iklim usaha yang lebih sehat. Pelaku industri dapat menyusun strategi bisnis dengan perhitungan yang lebih akurat. Hal ini penting, terutama dalam menghadapi persaingan antarnegara produsen dan konsumen logam dunia.
Tidak bisa dimungkiri, tembaga kini menjadi salah satu logam paling strategis dalam transisi energi global. Kebutuhan akan kabel listrik, mobil listrik, baterai, dan berbagai perangkat energi terbarukan menjadikan tembaga sebagai komoditas yang terus diburu. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan cadangan tembaga terbesar di dunia, memiliki peluang besar untuk mengambil peran lebih besar dalam rantai pasok global.
Dengan harga patokan yang terus menguat dan permintaan yang kian stabil, tembaga bisa menjadi pilar penting dalam strategi hilirisasi mineral nasional. Tantangan berikutnya adalah bagaimana memastikan bahwa nilai tambah dari komoditas ini tidak hanya dinikmati dalam bentuk ekspor mentah, tetapi juga melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
Kenaikan HPE tembaga di pertengahan Juni 2025 menjadi penanda bahwa Indonesia tengah berada dalam momentum positif untuk memaksimalkan potensi sumber daya alamnya. Namun, kebijakan ekonomi harus tetap berjalan seiring dengan perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan pengelolaan yang tepat, transparan, dan berorientasi jangka panjang, tembaga dan mineral strategis lainnya bisa menjadi katalis bagi kemandirian ekonomi nasional.