Eks Kapolres Ngada Terlibat Kasus Kekerasan Seksual, Legislator Desak Hukuman Maksimal

18 March 2025 23:16 WIB
anggota-komisi-iii-dpr-ri-gilang-dhielafararez_169.jpeg

Kuatbaca - Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, menjadi sorotan publik setelah terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Kasus ini tidak hanya mengejutkan masyarakat, tetapi juga menambah deretan kasus yang mencoreng citra institusi kepolisian.

Kasus yang menyeret mantan perwira menengah Polri ini memicu kecaman dari berbagai pihak, salah satunya datang dari Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez. Ia menegaskan bahwa perbuatan AKBP Fajar adalah bentuk kejahatan luar biasa yang tidak bisa ditoleransi.

Menurut Gilang, seorang aparat penegak hukum seharusnya menjadi pelindung bagi masyarakat, bukan justru melakukan tindakan yang merugikan, terlebih terhadap anak-anak yang merupakan kelompok rentan. Ia mendesak agar Polri tidak hanya memberikan sanksi etik berupa pemecatan, tetapi juga memastikan bahwa pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku.

Desakan Hukuman Maksimal

Gilang menekankan bahwa Polri harus bersikap transparan dalam menangani kasus ini. Ia meminta agar hukuman yang diberikan kepada AKBP Fajar benar-benar maksimal, mengingat perbuatannya bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi juga kejahatan serius yang melibatkan eksploitasi anak.

“Tindakan yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada ini sangat melukai nilai-nilai kemanusiaan. Selain merusak masa depan anak-anak yang menjadi korban, perbuatan ini juga semakin menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Oleh karena itu, hukuman yang dijatuhkan harus setimpal,” tegas Gilang.

Selain pemecatan dari kepolisian, Gilang meminta agar Fajar dijerat dengan pasal-pasal yang relevan dalam berbagai undang-undang. Tidak hanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), tetapi juga Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta undang-undang lain yang berhubungan dengan kejahatan yang dilakukannya.

Gilang juga menyoroti ketentuan dalam UU TPKS yang menyatakan bahwa pejabat publik yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak bisa mendapatkan tambahan sepertiga dari ancaman hukuman. Ia berharap pasal ini benar-benar diterapkan dalam kasus ini untuk memberikan efek jera.

Harapan Keluarga Korban dan Publik

Tidak hanya dari kalangan legislatif, keluarga korban juga menaruh harapan besar kepada Polri agar pelaku dihukum seberat-beratnya. Berdasarkan informasi dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Nusa Tenggara Timur (NTT), keluarga korban menginginkan agar AKBP Fajar dijatuhi hukuman maksimal, bahkan tidak sedikit yang berharap ia mendapat hukuman seumur hidup atau hukuman mati.

Gilang menambahkan bahwa kemarahan publik atas kasus ini sangat besar. Masyarakat menilai bahwa perbuatan Fajar bukan hanya mencoreng nama institusi Polri, tetapi juga menunjukkan betapa berbahayanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

“Di tengah berbagai upaya untuk memulihkan citra Polri, kasus seperti ini menjadi pukulan telak. Oleh karena itu, institusi ini harus benar-benar tegas menunjukkan keberpihakannya pada keadilan. Jangan sampai ada kesan bahwa pelaku dilindungi atau mendapatkan hukuman ringan,” kata Gilang.

Kontroversi Soal Perlakuan terhadap Pelaku

Salah satu hal yang juga menjadi sorotan adalah bagaimana AKBP Fajar diperlakukan saat dihadirkan dalam konferensi pers di Mabes Polri. Dalam kesempatan itu, wajahnya ditutupi masker, sesuatu yang tidak biasa dalam kasus-kasus kriminal besar.

Gilang mempertanyakan kebijakan ini dan menilai bahwa masyarakat berhak mengetahui wajah pelaku sebagai bentuk peringatan dan edukasi.

“Ini adalah predator seksual terhadap anak-anak, dan kasusnya sudah menjadi perhatian luas, bahkan hingga ke luar negeri. Mengapa wajahnya harus ditutup? Masyarakat perlu tahu siapa dia, agar bisa lebih waspada,” kritiknya.

Saat ini, AKBP Fajar telah diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH) dari kepolisian dan telah mengenakan baju tahanan oranye. Ia kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri sebagai tersangka dalam beberapa kasus sekaligus, termasuk pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu orang dewasa.

Penyelidikan yang dilakukan Polri mengungkap bahwa para korban berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun. Sementara itu, korban dewasa diketahui berinisial SHDR, yang berusia 20 tahun.

Selain kasus pelecehan seksual, Polri juga tengah mengusut dugaan keterlibatan AKBP Fajar dalam penyalahgunaan narkoba. Hasil tes menunjukkan bahwa Fajar positif menggunakan narkotika, yang semakin memperkuat dugaan bahwa ia juga terlibat dalam jaringan kejahatan lainnya.

Dengan semakin banyaknya fakta yang terungkap, publik menanti bagaimana proses hukum terhadap mantan Kapolres ini akan berjalan. Harapannya, Polri dapat memberikan contoh bahwa tidak ada impunitas bagi aparat yang menyalahgunakan wewenang, terutama dalam kasus yang melibatkan kejahatan terhadap anak.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa aparat penegak hukum harus senantiasa menjaga integritas dan menjunjung tinggi tanggung jawabnya dalam melindungi masyarakat, bukan justru menjadi ancaman bagi mereka.

pemerintah

Fenomena Terkini






Trending