Kuatbaca - Gelaran Piala Dunia Antarklub 2025 di Amerika Serikat tampaknya belum berjalan semulus yang diharapkan. Alih-alih menjadi panggung megah bagi para juara dunia antarklub untuk unjuk gigi, turnamen ini justru dihiasi oleh sejumlah gangguan—terutama dari langit. Cuaca ekstrem yang berkali-kali memaksa pertandingan dihentikan sementara menimbulkan keraguan besar terhadap kesiapan Negeri Paman Sam sebagai tuan rumah even sekelas dunia.
Hingga akhir Juni ini, sudah tercatat enam pertandingan mengalami penundaan akibat cuaca buruk, terutama badai petir dan hujan deras yang mengguyur berbagai wilayah tempat pertandingan berlangsung. Salah satu insiden terbaru bahkan membuat pertandingan antara Chelsea dan Benfica terpaksa dihentikan selama dua jam. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan tajam: apakah Amerika Serikat benar-benar tempat yang ideal untuk menggelar turnamen besar seperti Piala Dunia Antarklub?
Pertandingan babak 16 besar antara Chelsea melawan Benfica, yang seharusnya menjadi tontonan seru, justru berubah menjadi pengalaman penuh ketidakpastian. Duel tersebut dilangsungkan di Bank of America Stadium, Charlotte, pada Minggu (29/6/2025). Baru berjalan sebagian, laga dihentikan karena cuaca buruk. Petir yang menyambar di sekitar stadion membuat panitia memutuskan untuk menunda pertandingan demi alasan keselamatan.
Penundaan itu berlangsung selama sekitar dua jam, menjadikan total durasi pertandingan mendekati lima jam setelah harus melewati babak tambahan waktu. Chelsea akhirnya menang telak 4-1, namun sorotan justru mengarah pada bagaimana pertandingan besar seperti ini bisa begitu kacau hanya karena faktor cuaca yang sebenarnya dapat diantisipasi sejak awal.
Insiden demi insiden tersebut memicu kritik keras dari pelaku sepak bola, terutama dari klub-klub Eropa yang terbiasa dengan jadwal pertandingan yang padat dan sistematis. Manajer Chelsea, Enzo Maresca, secara terbuka menyampaikan kekesalannya. Ia menyebut pengalaman tersebut sebagai hal yang “tidak normal” dan bahkan menyindir keputusan penyelenggaraan dengan menyebutnya sebagai “lelucon”.
Menurutnya, penundaan demi penundaan yang terjadi selama turnamen adalah pertanda bahwa lokasi dan waktu pelaksanaan tidak diperhitungkan dengan matang. Apalagi dalam pengalaman di kompetisi Eropa, sangat jarang atau bahkan nyaris tidak pernah terjadi pertandingan yang harus dihentikan akibat cuaca.
Situasi ini memicu kekhawatiran yang lebih besar, mengingat Amerika Serikat juga akan menjadi salah satu tuan rumah Piala Dunia 2026 bersama Kanada dan Meksiko. Jika masalah cuaca belum bisa ditangani dengan sistem mitigasi yang lebih baik, bukan tidak mungkin pesta sepak bola sejagat itu pun akan terganggu oleh masalah serupa.
Piala Dunia 2026 dijadwalkan berlangsung pada musim panas, periode yang di beberapa negara bagian AS dikenal rawan badai petir, hujan lebat, dan bahkan angin tornado. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara FIFA dan otoritas lokal untuk memastikan pertandingan dapat berjalan tanpa hambatan alam yang berarti.
Sejumlah laga yang sudah terkena imbas cuaca buruk antara lain Ulsan HD vs Mamelodi Sundowns, Auckland City vs Boca Juniors, hingga Palmeiras vs Al Ahly. Semua pertandingan tersebut mengalami penundaan antara 40 menit hingga dua jam. Ini belum termasuk pertandingan Benfica yang sempat tertunda dua kali di dua laga berbeda.
Rentetan kejadian ini menjadi preseden yang buruk bagi reputasi turnamen. Para pemain harus menunggu dalam ruang ganti selama berjam-jam tanpa kepastian, sementara penonton di stadion maupun di rumah harus bersabar dengan jadwal yang molor jauh dari waktu seharusnya.
Amerika Serikat memang dikenal sebagai negara dengan infrastruktur olahraga yang mumpuni, stadion megah, serta sistem keamanan yang tertata. Namun, persoalan cuaca adalah variabel yang tak bisa dikendalikan dengan kemegahan semata. Jika tidak ada penyesuaian serius, baik dari jadwal, manajemen risiko, hingga strategi teknis penanggulangan cuaca, maka kredibilitas AS sebagai tuan rumah ajang olahraga global bisa jadi taruhannya.
Piala Dunia Antarklub seharusnya menjadi ajang unjuk prestasi dan sportivitas, bukan tentang siapa yang paling sabar menunggu badai reda. Maka, sebelum menyongsong Piala Dunia 2026, semua pihak perlu duduk bersama dan mengevaluasi—agar pertandingan berjalan sesuai harapan, bukan sekadar harapan yang tertunda oleh langit mendung.