PPnBM Masih Berlaku untuk Mobil di Bawah Rp 400 Juta: Apakah Masih Relevan?

24 May 2025 07:54 WIB
73db0450-c9b9-4890-92cd-619d299d8178_169.jpg

Kuatbaca.com - Kebijakan fiskal terkait otomotif di Indonesia kembali menjadi sorotan, khususnya mengenai pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap kendaraan roda empat yang berharga di bawah Rp 400 juta. Banyak pihak mempertanyakan relevansi kebijakan ini, sebab mobil di kisaran harga tersebut kini bukan lagi dianggap sebagai barang mewah, melainkan kebutuhan pokok masyarakat urban dan menengah untuk mobilitas sehari-hari maupun aktivitas produktif.

Saat ini, hampir seluruh mobil kecuali mobil listrik masih dikenai PPnBM. Besaran tarifnya bervariasi tergantung pada kapasitas mesin, struktur penggerak roda, dan tingkat emisi gas buang. Ironisnya, mobil yang diproduksi untuk kalangan menengah seperti Low MPV dan Low SUV tetap terkena tarif PPnBM hingga 15 persen, padahal fungsi utama kendaraan jenis ini adalah sebagai sarana transportasi keluarga atau alat kerja.

1. Beda Nasib dengan Barang Mewah Lain seperti Tas dan Sepatu

Jika dibandingkan dengan produk barang mewah lain, seperti tas branded atau sepatu desainer, kebijakan PPnBM terhadap mobil terjangkau tampak janggal. Barang-barang mewah seperti itu mungkin dikenai pajak pada saat pembelian, namun tidak ada kewajiban pembayaran pajak berulang setiap tahunnya.

Berbeda dengan mobil, selain dikenai PPnBM saat pertama kali dibeli, pemilik juga diwajibkan membayar pajak tahunan yang besarannya meningkat seiring jumlah kendaraan yang dimiliki (pajak progresif). Hal inilah yang dianggap memberatkan konsumen, khususnya mereka yang membeli mobil untuk kebutuhan harian atau bahkan sebagai sarana mencari nafkah seperti driver ojol, taksi online, maupun kendaraan operasional usaha kecil.

2. Stimulus PPnBM Terbukti Meningkatkan Penjualan Otomotif

Sejarah mencatat bahwa kebijakan relaksasi PPnBM pernah membawa dampak positif bagi industri otomotif nasional. Pada masa pandemi COVID-19 tahun 2021, pemerintah menerapkan kebijakan diskon atau pembebasan PPnBM untuk mobil produksi dalam negeri dengan tingkat komponen lokal (TKDN) tinggi. Kebijakan ini terbukti ampuh mendorong konsumsi masyarakat dan menggairahkan kembali pasar otomotif.

Data menunjukkan bahwa penjualan mobil meningkat dari 532 ribu unit (2020) menjadi 887 ribu unit pada 2021. Bahkan, pada 2022, angka tersebut kembali melonjak hingga 1,04 juta unit, melebihi pencapaian sebelum pandemi pada 2019 yang mencatat 1,03 juta unit. Ini menjadi bukti nyata bahwa insentif fiskal seperti pengurangan PPnBM dapat menjadi strategi efektif dalam mendongkrak industri otomotif dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

3. Penghapusan PPnBM Bisa Dorong Daya Beli Masyarakat

Dalam sebuah diskusi publik, Kukuh Kumara dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyuarakan pendapat bahwa penghapusan PPnBM untuk mobil dengan harga di bawah Rp 400 juta bisa menurunkan harga jual kendaraan secara signifikan. Efek domino dari kebijakan ini akan berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat, serta membuka peluang lebih besar bagi mereka yang ingin memiliki kendaraan pribadi tanpa harus terbebani pajak tinggi.

Bagi konsumen, pengurangan atau penghapusan PPnBM bukan hanya soal harga mobil lebih murah, tetapi juga memberi ruang ekonomi yang lebih luas, terutama bagi masyarakat yang mengandalkan kendaraan sebagai alat produksi. Di sisi lain, kebijakan ini juga akan mendorong pabrikan untuk memperluas produksi lokal dan menciptakan lapangan kerja baru dalam industri otomotif nasional.

4. Perlunya Revisi Regulasi Pajak yang Lebih Adil dan Progresif

Pengenaan PPnBM terhadap kendaraan bermotor murah sudah waktunya dievaluasi secara menyeluruh. Regulasi seperti Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.010/2021, yang menjadi dasar kebijakan ini, perlu dikaji ulang agar bisa menyesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat saat ini. Mobil yang sebelumnya dianggap barang mewah, kini telah menjadi bagian penting dari kegiatan ekonomi dan keseharian masyarakat luas.

Pemerintah dapat mempertimbangkan penerapan PPnBM berbasis fungsi dan tidak semata berdasarkan harga atau spesifikasi teknis. Mobil operasional usaha atau kendaraan yang digunakan untuk jasa publik harus dikategorikan berbeda dengan kendaraan mewah pribadi. Dengan begitu, sistem perpajakan dapat lebih adil dan tepat sasaran.

otomotif

Fenomena Terkini






Trending