Mengenal Harga Bahan Bakar Hidrogen: Tantangan dan Potensi Masa Depan

Kuatbaca - Dalam beberapa tahun terakhir, dunia semakin tertarik dengan pengembangan bahan bakar hidrogen sebagai solusi energi alternatif, terutama untuk kendaraan bermotor. Negara-negara seperti Jepang sudah lebih dulu menguji coba penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar kendaraan, berkat keunggulannya yang ramah lingkungan dan sumber energi yang melimpah. Hidrogen dapat diproduksi dari berbagai sumber, dan yang terpenting, ia tidak menghasilkan polusi yang merusak lingkungan. Meski begitu, satu pertanyaan yang masih banyak membingungkan adalah, berapa sebenarnya harga bahan bakar hidrogen untuk kendaraan?
Kategorisasi Hidrogen Berdasarkan Emisi Karbon
Menurut Hary Devianto, Deputi Pendidikan Indonesia Fuel Cell and Hydrogen Energy (IFHE), bahan bakar hidrogen terbagi menjadi beberapa kategori, yang biasanya dibedakan berdasarkan warna. Kategori ini mencerminkan proses produksi dan tingkat emisi karbon yang dihasilkan. Meskipun ada banyak kategori, Hary lebih memilih untuk menyederhanakannya menjadi dua kelompok besar: hidrogen dengan emisi karbon rendah (low carbon) dan hidrogen dengan emisi karbon tinggi (high carbon).
Hidrogen yang dihasilkan melalui proses ramah lingkungan, yang sering disebut dengan "low carbon hydrogen", sangat ideal untuk digunakan pada kendaraan bermotor karena tidak meninggalkan jejak karbon yang signifikan. Sementara itu, hidrogen dengan emisi karbon tinggi lebih sering digunakan untuk kepentingan industri dan bukan untuk sektor energi atau transportasi.
Harga Bahan Bakar Hidrogen: Masih Mahal, Tapi Ada Potensi Penurunan
Namun, meskipun hidrogen menawarkan banyak potensi positif, harganya masih cukup tinggi dibandingkan dengan bahan bakar fosil yang sudah mapan di pasaran. Bahan bakar hidrogen yang termasuk dalam kategori low carbon, seperti yang digunakan untuk kendaraan bermotor, saat ini harganya berkisar antara US$ 5 hingga lebih dari US$ 10 per kilogram (sekitar Rp 84.000 hingga Rp 168.000 per kg). Meskipun harga ini cukup mahal, ada harapan besar bahwa harga bahan bakar hidrogen akan menurun seiring dengan kemajuan teknologi dan terbentuknya ekosistem yang lebih baik.
Satu kilogram hidrogen dapat digunakan untuk menempuh jarak sekitar 100 km, yang menunjukkan efisiensi yang cukup tinggi. Meski demikian, Hary Devianto mengungkapkan bahwa target jangka panjangnya adalah menurunkan harga bahan bakar hidrogen hingga hanya US$ 1 per kilogram, atau sekitar Rp 16.000. Harga ini tentu akan membuat hidrogen jauh lebih kompetitif dan bisa digunakan secara lebih luas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Meskipun harga hidrogen masih tinggi saat ini, Hary menekankan bahwa untuk mencapai harga yang lebih terjangkau, ekosistem hidrogen yang lebih baik harus terbentuk terlebih dahulu. Hal ini melibatkan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat untuk menciptakan infrastruktur yang mendukung pengembangan bahan bakar hidrogen, termasuk Stasiun Pengisian Hidrogen (Hydrogen Refueling Station atau HRS) yang lebih banyak di berbagai lokasi.
Hary menjelaskan bahwa strategi pengembangan hidrogen di setiap negara bisa berbeda, tergantung pada kondisi energi yang ada dan sumber daya alam yang dimiliki. Indonesia, misalnya, memiliki banyak potensi untuk mengembangkan hidrogen dari sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin. Namun, tantangan utamanya adalah menciptakan infrastruktur yang tepat agar hidrogen bisa diproduksi secara massal dan terjangkau.
Jenis Hidrogen: Mengapa Grey Hydrogen Tidak Direkomendasikan?
Selain hidrogen dengan emisi karbon rendah, ada juga jenis hidrogen lain yang dikenal sebagai "grey hydrogen", yang diproduksi dengan menggunakan bahan bakar fosil seperti gas alam atau batubara tanpa teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS). Meskipun harga grey hydrogen relatif lebih murah (kurang dari US$ 2 per kilogram atau sekitar Rp 33.000 per kg), bahan bakar ini tidak disarankan untuk digunakan dalam sektor energi karena dampaknya terhadap lingkungan yang lebih besar.
Grey hydrogen lebih cocok untuk digunakan dalam industri yang tidak terlalu terikat pada standar emisi karbon, seperti di sektor kimia dan manufaktur. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia dan banyak negara lainnya lebih memfokuskan pengembangan hidrogen dengan emisi rendah untuk sektor transportasi dan energi yang lebih ramah lingkungan.
Di Indonesia, meskipun penggunaan kendaraan hidrogen belum populer, ada beberapa inisiatif yang mulai berkembang. Saat ini, hanya terdapat dua stasiun pengisian hidrogen yang beroperasi, yaitu satu milik PLN di Senayan, Jakarta Pusat, dan satu lagi milik Toyota di Karawang, Jawa Barat. Keberadaan stasiun pengisian hidrogen ini menjadi langkah awal yang penting untuk memperkenalkan kendaraan berbahan bakar hidrogen di Indonesia.
Namun, untuk menjadikan hidrogen sebagai alternatif yang lebih terjangkau dan dapat diakses oleh masyarakat luas, perlu dilakukan pembangunan lebih banyak stasiun pengisian hidrogen di seluruh Indonesia. Selain itu, penelitian dan pengembangan teknologi hidrogen juga harus terus didorong agar harga bahan bakar ini dapat turun seiring dengan berkembangnya industri ini.
Penggunaan bahan bakar hidrogen untuk kendaraan bermotor memang masih menghadapi banyak tantangan, terutama dari segi harga yang relatif mahal. Namun, dengan adanya inovasi teknologi dan pembentukan ekosistem yang mendukung, harga hidrogen di masa depan diharapkan dapat lebih terjangkau. Ini akan membuka peluang besar untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, serta mengurangi emisi karbon yang berbahaya bagi lingkungan.
Dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk mendukung pengembangan energi terbarukan, serta potensi besar yang dimiliki negara ini dalam pengembangan hidrogen, harapan untuk menciptakan sistem energi yang lebih bersih dan berkelanjutan semakin terlihat cerah. Ke depan, hidrogen bisa menjadi bagian penting dari solusi energi global yang ramah lingkungan.