Mengapa Pajak Mobil Listrik di Indonesia Berbeda? Ini Penjelasan Lengkapnya

26 May 2025 17:24 WIB
intip-lagi-aksi-wuling-di-gjaw-2024-6_169.jpeg

Kuatbaca.com - Semakin banyaknya merek mobil listrik yang meramaikan pasar otomotif Indonesia membawa berbagai dinamika baru, salah satunya soal perpajakan. Meski sama-sama berlabel kendaraan ramah lingkungan, ternyata tidak semua mobil listrik mendapatkan perlakuan pajak yang seragam. Perbedaan tarif ini menjadi sorotan karena berdampak langsung pada harga jual ke konsumen.

1. Perkembangan Mobil Listrik di Indonesia

Dalam beberapa tahun terakhir, geliat mobil listrik di Indonesia terus meningkat. Sejumlah pabrikan global mulai serius menanamkan investasinya di Tanah Air. Nama-nama seperti Wuling, Hyundai, MG, Chery, dan Neta telah lebih dahulu menghadirkan kendaraan listrik yang dirakit secara lokal. Di sisi lain, merek-merek baru seperti BYD, Geely, VinFast, hingga AION mulai masuk dan menarik perhatian pasar otomotif nasional.

Masuknya banyak pemain baru ini diharapkan bisa memperluas pilihan konsumen sekaligus menekan harga mobil listrik yang selama ini dikenal cukup tinggi. Namun, tantangan muncul dari sisi kebijakan fiskal yang berlaku berbeda pada tiap produsen.

2. Perbedaan Insentif Pajak antara Merek

Meski semuanya menawarkan kendaraan listrik, tidak semua merek mendapatkan insentif pajak yang sama dari pemerintah Indonesia. Produsen seperti Wuling, Hyundai, MG, Chery, dan Neta saat ini hanya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 2 persen. Hal ini karena mereka memenuhi syarat program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) serta memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen. Dengan memenuhi syarat tersebut, mereka mendapatkan insentif potongan PPN sebesar 10 persen dari total 12 persen.

Sebaliknya, produsen seperti BYD, AION, Geely, Citroen, VinFast, dan Xpeng dikenakan PPN penuh sebesar 12 persen. Meskipun mereka juga bebas dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan bea masuk, namun belum bisa mengklaim insentif PPN karena produk mereka belum dirakit lokal atau belum mencapai batas minimal TKDN.

3. Komitmen Pabrik Lokal Jadi Penentu

Perbedaan dalam perlakuan pajak ini ternyata sangat dipengaruhi oleh keberadaan fasilitas produksi di Indonesia. Pemerintah memberikan insentif lebih besar kepada merek yang berkomitmen memproduksi secara lokal, guna mendorong pertumbuhan industri otomotif dalam negeri. Saat ini, Wuling dan Hyundai telah memiliki fasilitas produksi aktif, sedangkan MG dan Neta merakit kendaraan melalui fasilitas pihak ketiga seperti PT Handal Indonesia Motor (HIM).

BYD sendiri tengah mempercepat pembangunan pabrik di Subang dan menargetkan produksi lokal dimulai pada awal 2026. VinFast pun mengikuti langkah serupa, dengan rencana memulai produksi di kuartal keempat tahun 2025. Meski belum beroperasi, kedua merek ini telah menyampaikan komitmen investasi dan menyertakan bank garansi sebagai bentuk keseriusan kepada pemerintah.

4. Strategi Produsen dan Tantangan Pajak

Produsen yang belum memenuhi syarat TKDN tetap dapat menikmati pembebasan bea masuk asalkan mereka menandatangani komitmen untuk merakit mobil di dalam negeri di masa depan. Tanpa komitmen tersebut, mobil mereka bisa dikenakan bea masuk hingga 50 persen ditambah PPN 12 persen, yang tentu akan membuat harga jual melambung tinggi.

Strategi ini menjadi pilihan rasional bagi produsen seperti Geely, yang memilih merakit kendaraan di fasilitas milik HIM, bersama dengan Chery dan Neta. Di sisi lain, AION dan Citroen berencana memanfaatkan fasilitas produksi dari grup otomotif besar seperti Indomobil untuk menyesuaikan dengan regulasi lokal.

5. Regulasi Lokal Tentukan Harga Mobil Listrik

Kebijakan fiskal Indonesia terhadap mobil listrik sangat bergantung pada seberapa besar kontribusi lokal produsen dalam membangun ekosistem industri otomotif nasional. Produsen yang sudah merakit lokal dan memiliki TKDN tinggi mendapat keringanan pajak signifikan, yang pada akhirnya bisa membuat harga kendaraan lebih kompetitif.

Kondisi ini menjadi pelajaran penting bagi konsumen dan pelaku industri. Di balik harga mobil listrik yang beragam, terdapat perbedaan signifikan dalam strategi investasi dan kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah. Dengan insentif yang terus berkembang, Indonesia kini menjadi pasar yang menarik namun tetap menantang bagi produsen otomotif global yang ingin bersaing di era elektrifikasi.

otomotif

Fenomena Terkini






Trending