Mengapa Harga Mobil Listrik Bekas Anjlok Drastis? Ini Penyebabnya

Kuatbaca.com - Pasar mobil listrik bekas di Indonesia menunjukkan tren penurunan harga yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun mobil listrik menawarkan solusi ramah lingkungan, harga jual kembali yang rendah menjadi salah satu tantangan utama bagi konsumen dan industri otomotif. Berbagai faktor teknis dan pasar mempengaruhi depresiasi harga mobil listrik bekas, menjadikannya topik penting untuk dipahami.
1. Baterai: Komponen Mahal dengan Umur Terbatas
Baterai merupakan komponen utama dalam mobil listrik yang menyumbang sekitar 30–40% dari harga kendaraan baru. Namun, baterai memiliki umur pakai terbatas, biasanya antara 7 hingga 10 tahun, tergantung pada siklus pengisian dan pemakaian. Setelah masa tersebut, kapasitas baterai akan menurun, dan biaya penggantiannya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Kekhawatiran akan biaya penggantian baterai ini menjadi faktor utama yang menekan harga jual kembali mobil listrik bekas.
2. Perkembangan Teknologi yang Pesat
Industri mobil listrik berkembang dengan cepat, dengan produsen terus meluncurkan model-model baru yang menawarkan teknologi lebih canggih, efisiensi energi yang lebih baik, dan fitur-fitur tambahan. Perkembangan ini membuat model-model lama cepat terasa usang, sehingga menurunkan nilai jualnya di pasar mobil bekas. Sebagai contoh, Hyundai Ioniq 5 lansiran 2023 yang awalnya dihargai sekitar Rp844 juta, kini harganya terjun bebas menjadi sekitar Rp460 juta dalam waktu kurang dari dua tahun.
3. Biaya Penggantian Baterai yang Tinggi
Setelah masa garansi baterai berakhir, pemilik mobil listrik bekas harus menanggung biaya penggantian baterai yang cukup tinggi. Biaya ini dapat mencapai antara Rp75 juta hingga Rp225 juta, tergantung pada merek dan model kendaraan. Kekhawatiran akan biaya penggantian baterai ini membuat konsumen enggan membeli mobil listrik bekas, sehingga menurunkan permintaan dan harga jualnya.
4. Persaingan Harga dengan Mobil Listrik Baru
Harga mobil listrik baru di Indonesia semakin kompetitif, dengan banyaknya model dari berbagai produsen, termasuk merek-merek asal Tiongkok yang menawarkan harga lebih terjangkau. Hal ini memberikan konsumen lebih banyak pilihan dan menekan harga mobil listrik bekas. Sebagai contoh, Wuling Air EV yang awalnya dibanderol sekitar Rp238 juta hingga Rp300 juta, kini harganya di pasar mobil bekas sudah turun hingga sekitar Rp150 juta.
5. Infrastruktur Pengisian Daya yang Belum Merata
Meskipun jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) terus bertambah, terutama di kota-kota besar, banyak orang masih meragukan kemudahan akses pengisian daya, terutama jika bepergian ke luar kota. Keterbatasan infrastruktur ini menjadi kendala bagi konsumen dalam mempertimbangkan mobil listrik bekas, sehingga menurunkan permintaan dan harga jualnya.
6. Depresiasi yang Lebih Cepat Dibandingkan Mobil Konvensional
Mobil listrik bekas mengalami depresiasi yang lebih cepat dibandingkan mobil konvensional. Misalnya, Wuling Air EV mengalami penurunan harga hingga 35% pada tahun pertama, sementara mobil konvensional biasanya mengalami depresiasi sekitar 20–25% pada tahun pertama. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti perkembangan teknologi yang pesat dan kekhawatiran konsumen terhadap biaya penggantian baterai.