Thomas Tuchel Ingin Bertahan Bersama Inggris hingga Euro 2028

Kuatbaca - Thomas Tuchel, pelatih asal Jerman yang selama ini lebih dikenal lewat kiprahnya di klub-klub elite Eropa seperti Chelsea dan Bayern Munich, kini tengah menapaki lembaran baru dalam karier kepelatihannya: menangani tim nasional Inggris. Ditunjuk sebagai pengganti Gareth Southgate pada awal Januari lalu, Tuchel datang membawa harapan baru bagi publik sepak bola Inggris yang haus prestasi internasional.
Dengan kontrak berdurasi 18 bulan, mandat utama yang diberikan kepadanya cukup jelas—mengantar Inggris lolos ke Piala Dunia 2026 di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Namun, dari gestur dan ucapannya, Tuchel tampaknya punya ambisi lebih dari sekadar lolos kualifikasi.
Awal Menjanjikan Meski Belum Sempurna
Sejak duduk di kursi pelatih kepala, Tuchel telah menjalani empat pertandingan bersama Inggris. Tiga di antaranya berhasil dimenangkan dalam lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026. Namun, satu laga uji coba kontra Senegal berakhir dengan kekalahan 1-3. Hasil tersebut memunculkan sejumlah kritik, mengingat Tuchel menurunkan komposisi pemain utama.
Meski begitu, pelatih yang dikenal dengan pendekatan taktisnya ini tak langsung panik. Bagi Tuchel, kekalahan adalah bagian dari proses pembelajaran—terutama di masa transisi seperti saat ini. Ia lebih memilih untuk fokus pada kemajuan jangka panjang, bukan sekadar hasil satu pertandingan.
Kenyamanan yang Tumbuh Cepat
Menariknya, meski baru beberapa bulan menjabat, Tuchel sudah merasa betah menjadi bagian dari tim nasional Inggris. Ia terlihat nyaman dengan atmosfer kerja, dukungan federasi, hingga potensi besar dari skuad yang dimilikinya. Rasa nyaman ini bahkan membuatnya mulai memikirkan masa depan lebih panjang bersama The Three Lions.
Tuchel secara terbuka menyatakan keinginannya untuk tetap menukangi Inggris hingga gelaran Euro 2028. Turnamen tersebut akan menjadi ajang prestisius bagi negara-negara Britania Raya karena Inggris menjadi salah satu tuan rumah bersama Republik Irlandia, Skotlandia, dan Wales. Bagi Tuchel, Euro 2028 bukan sekadar turnamen, melainkan peluang langka untuk menuliskan sejarah di tanah yang sudah mencintainya.
Lebih dari Sekadar Pekerjaan
Keputusan Tuchel untuk melatih tim nasional Inggris sempat mengejutkan banyak pihak, mengingat reputasinya yang selama ini lekat dengan dunia klub. Namun, Tuchel melihat proyek jangka panjang bersama Inggris sebagai tantangan menarik yang patut diperjuangkan. Ia menyukai dinamika sepak bola internasional yang berbeda dari klub, baik dari segi taktik, psikologis, maupun manajerial.
Tuchel juga menunjukkan kedewasaan dalam menanggapi tekanan dan ekspektasi tinggi dari publik Inggris. Ia tidak tergoda untuk langsung mencari pembenaran atas hasil buruk, melainkan fokus pada evaluasi. Pendekatan ini menjadi cerminan dari pengalaman panjangnya sebagai pelatih di level tertinggi Eropa.
Keinginan Tuchel untuk bertahan hingga Euro 2028 bukan sekadar wacana. Ia tampak serius dan realistis dalam menyusun langkah ke depan. Dalam waktu dekat, prioritas utamanya tentu adalah memastikan Inggris lolos ke Piala Dunia 2026. Namun, dalam jangka menengah, ia juga ingin membangun fondasi yang kokoh agar Inggris bisa bersaing di turnamen Eropa empat tahun dari sekarang.
Dengan sederet talenta muda yang dimiliki seperti Jude Bellingham, Bukayo Saka, dan Phil Foden, serta dukungan infrastruktur sepak bola Inggris yang terus berkembang, Tuchel punya alasan kuat untuk optimistis. Ia melihat potensi besar di dalam skuadnya—bukan hanya untuk jangka pendek, tetapi juga dalam horizon waktu yang lebih panjang.
Thomas Tuchel datang ke Inggris bukan sekadar untuk menyelesaikan kontrak. Ia datang dengan semangat dan dedikasi tinggi untuk membawa perubahan. Keinginannya untuk tetap berada di kursi pelatih hingga Euro 2028 menunjukkan bahwa dia melihat proyek ini sebagai misi besar yang layak diperjuangkan.
Dengan pengalaman internasional yang kaya dan pendekatan strategis yang matang, Tuchel bisa menjadi sosok kunci dalam upaya Inggris mengakhiri puasa gelar di level internasional. Kini, publik hanya perlu menunggu—apakah ambisi ini akan berbuah sejarah, atau sekadar menjadi cerita lain dalam catatan panjang sepak bola Inggris.