Spalletti: Pelatih dengan Rekor Terburuk di Timnas Italia

Kuatbaca - Luciano Spalletti resmi melepas jabatan sebagai pelatih Timnas Italia setelah kekalahan memalukan 0-3 dari Norwegia dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Eropa. Kekalahan ini tidak hanya menjadi akhir perjalanan Spalletti bersama Gli Azzurri, tapi juga menegaskan rekor kurang mengesankan yang dibawanya selama menukangi tim nasional.
Dikenal dengan kepala plontosnya yang khas, Spalletti datang dengan reputasi tinggi, terutama setelah sukses besar memboyong Napoli meraih gelar Liga Italia pertama dalam 33 tahun. Harapan besar pun sempat menyertai kiprahnya di timnas. Namun, perjalanan kariernya bersama Italia justru penuh dengan kekecewaan dan penurunan performa.
Awal yang Menjanjikan tapi Penuh Kontroversi
Spalletti ditunjuk menggantikan Roberto Mancini di tengah putaran Kualifikasi Piala Eropa 2024. Pada awalnya, keputusan ini dianggap tepat karena berhasil membawa Italia lolos langsung ke putaran final Euro 2024. Namun, performa Gli Azzurri selama turnamen tersebut malah menimbulkan banyak kritik.
Tim nasional Italia hanya mampu meraih satu kemenangan selama Euro 2024 dan tersingkir dari babak 16 besar setelah kalah dari Swiss. Selain hasil kurang memuaskan, daftar pemain yang dipanggil Spalletti juga menuai banyak pertanyaan, dianggap tidak ideal dan tidak mampu menunjukkan kekuatan maksimal tim.
Desakan untuk memecat Spalletti sudah muncul kala itu, tapi Federasi Sepakbola Italia (FIGC) memberikan dukungan penuh agar dia melanjutkan tugasnya. Keputusan itu sempat terlihat tepat ketika Italia tampil cukup baik di UEFA Nations League, menunjukkan sinyal kebangkitan dengan kemenangan atas tim-tim kuat seperti Prancis dan Belgia, serta mampu menandingi Jerman. Muncul pula beberapa talenta muda yang memberi harapan bagi masa depan tim.
Titik Terendah di Oslo: Kekalahan Memalukan yang Memutus Harapan
Semua harapan itu kemudian sirna ketika Italia bertandang ke Oslo pada awal Juni 2025. Dalam laga yang menjadi salah satu pertandingan terburuk mereka di bawah asuhan Spalletti, Italia kebobolan tiga gol hanya dalam satu babak pertama dan sepanjang pertandingan hanya mampu melesakkan satu tembakan ke gawang.
Kekalahan telak ini bukan sekadar catatan buruk di lapangan, tetapi juga mengguncang mental dan harapan Italia untuk lolos ke Piala Dunia 2026. Ketakutan akan gagal lolos untuk ketiga kalinya berturut-turut kembali membayangi, memicu kritik dan tekanan keras kepada pelatih.
Perpisahan yang Penuh Kontroversi
Dalam jumpa pers usai kekalahan tersebut, Spalletti mengumumkan bahwa ia telah diberitahu oleh FIGC bahwa dirinya akan dipecat. Namun, sang pelatih memutuskan untuk menyelesaikan kontraknya hingga laga terakhir melawan Moldova. Pertandingan ini akan menjadi perpisahan Spalletti dengan Timnas Italia.
Selama membesut Gli Azzurri, Spalletti mencatatkan 23 pertandingan dengan 11 kemenangan, 6 hasil imbang, dan 6 kekalahan. Rata-rata poin yang ia kumpulkan adalah 1,7 per pertandingan. Angka ini bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan dua pelatih Italia sebelumnya yang juga mendapat reputasi kurang baik.
Roberto Donadoni, yang melatih Italia pada periode 2006-2008, memiliki rata-rata 1,87 poin per laga dari 23 pertandingan dengan 13 kemenangan dan 4 hasil imbang. Sementara Gian Piero Ventura, yang terkenal karena kegagalannya membawa Italia lolos ke Piala Dunia 2018, malah mencatat rata-rata 1,94 poin dari 16 laga dengan 9 kemenangan dan hanya 3 kekalahan.
Meski Ventura dipandang gagal secara besar-besaran karena Italia absen dari Piala Dunia, secara statistik ia masih unggul dibandingkan Spalletti. Hal ini menunjukkan betapa buruknya hasil yang diraih Spalletti selama masa kepelatihannya.
Kini, dengan berakhirnya era Spalletti, Timnas Italia menghadapi tantangan besar untuk bangkit dan memperbaiki performa mereka. Harapan ada pada pelatih baru yang dapat membawa Italia kembali ke jalur kemenangan dan memastikan tiket ke Piala Dunia 2026 tidak luput dari genggaman.
Sementara itu, publik dan para pengamat sepakbola Italia tentu berharap agar pembenahan besar-besaran dapat dilakukan, tidak hanya dari sisi pelatih, tetapi juga pemilihan pemain dan strategi, agar tradisi kejayaan Gli Azzurri tidak tergerus dan masa depan timnas kembali cerah.