Simone Inzaghi Terima ‘Tapir Emas’ Setelah Kejutan Pahit di Liga Champions

Kuatbaca - Simone Inzaghi, pelatih Inter Milan, tengah menghadapi masa sulit usai kekalahan telak yang dialami timnya di final Liga Champions musim 2024/2025. Dalam pertandingan yang berlangsung di Allianz Arena, Munich, Inter harus menelan pil pahit setelah dibantai Paris Saint-Germain dengan skor yang sangat mencolok, 5-0. Kekalahan ini bukan hanya mengejutkan karena margin skor yang besar, tapi juga karena menjadi kekalahan terbesar dalam sejarah final Liga Champions era modern.
Kegagalan Beruntun di Partai Final
Ini bukan kali pertama Inter Milan gagal di panggung tertinggi sepak bola Eropa dalam beberapa tahun terakhir. Dua tahun sebelumnya, tepatnya pada 2023, mereka juga kandas di final setelah kalah tipis 0-1 dari Manchester City. Kekalahan beruntun ini tentu saja menjadi pukulan berat bagi klub yang mempunyai ambisi besar untuk mengukir sejarah di Eropa.
Musim yang Mengecewakan untuk Inter Milan
Final Liga Champions yang pahit itu sekaligus menutup musim yang kurang memuaskan bagi Inter Milan. Selain gagal di kompetisi Eropa, mereka juga harus puas tanpa gelar domestik. Di Liga Italia, Inter harus mengakui keunggulan Napoli yang keluar sebagai juara, sementara di Coppa Italia mereka harus tersingkir di semifinal oleh rival sekota, AC Milan. Akibat hasil yang kurang menggembirakan ini, perhatian manajemen klub kini tertuju pada evaluasi posisi pelatih.
‘Tapir Emas’ Sebagai Sindiran Pedas
Dalam budaya populer Italia, kegagalan seperti ini tak jarang mendapatkan tanggapan satir yang tajam. Simone Inzaghi pun menjadi sasaran ‘Tapir Emas’ atau dalam bahasa Italia ‘Tapiro d’Oro’ — sebuah penghargaan sindiran yang diberikan kepada figur publik yang mengalami momen memalukan atau kegagalan besar. Trofi ini diserahkan oleh program satir televisi populer Italia sebagai bentuk olok-olok namun juga sebagai pengingat keras atas tekanan yang dihadapi seorang pelatih sepak bola papan atas.
Uniknya, ini bukan kali pertama Inzaghi menerima penghargaan olok-olok tersebut. Sebelumnya, dia sudah pernah dua kali merasakan menerima ‘Tapir Emas’, dan kini menjadi kali ketiga yang menambah berat beban di pundaknya. Momen penyerahan trofi ketiga ini berlangsung secara mendadak saat Inzaghi sedang mengendarai mobil, membuatnya terlihat cukup terkejut namun mencoba menerima keadaan dengan sportif.
Meski menerima penghargaan yang mengandung unsur humor dan sindiran tersebut, Inzaghi menunjukkan sikap dewasa dan sportif. Ia mengakui bahwa kekalahan memang terasa menyakitkan, namun itu adalah bagian dari perjalanan sebagai seorang olahragawan. Pernyataan ini mencerminkan profesionalismenya dalam menghadapi tekanan dan kritikan, sekaligus menegaskan tekadnya untuk bangkit kembali di masa depan.
Kegagalan di musim ini membuat masa depan Inzaghi di Inter Milan menjadi tanda tanya besar. Manajemen klub dikabarkan akan melakukan evaluasi menyeluruh terkait peran pelatih dalam upaya membawa klub kembali ke puncak prestasi. Meski demikian, dukungan dan tekanan terhadap Inzaghi masih terus berjalan seiring harapan untuk membangun kembali kekuatan Nerazzurri di kompetisi mendatang.
Kasus Simone Inzaghi menjadi gambaran nyata betapa berat dan penuh tekanan profesi sebagai pelatih sepak bola, terutama di klub besar dengan ambisi tinggi. Kemenangan dan kekalahan bisa sangat menentukan nasib karier seseorang, dan penghargaan seperti ‘Tapir Emas’ menjadi salah satu cara masyarakat menyuarakan kekecewaan sekaligus mengingatkan bahwa dunia sepak bola selalu penuh lika-liku yang tak mudah dilalui.