Ketegangan di Balik Ballon d'Or: Ribery Sindir Ronaldo, Soroti Standar Ganda Penghargaan

Kuatbaca - Isu tentang siapa yang layak meraih Ballon d'Or 2025 kembali memanas. Namun kali ini, bukan hanya soal siapa yang akan menang, melainkan tentang kriteria kemenangan itu sendiri. Komentar Cristiano Ronaldo yang menyinggung pentingnya menjuarai Liga Champions sebagai syarat utama Ballon d'Or, rupanya memantik respons tajam dari mantan bintang Bayern Munich, Franck Ribery.
Ronaldo dan Kriteria Juara
Cristiano Ronaldo, ikon sepak bola dunia yang telah lima kali meraih Ballon d'Or, mengeluarkan pernyataan kontroversial saat diminta menanggapi peluang bintang muda Barcelona, Lamine Yamal. Ronaldo menyebut bahwa pemain yang tampil menonjol dan berhasil mengangkat trofi Liga Champions memiliki peluang lebih besar untuk meraih penghargaan individu tertinggi itu. Tanpa menyebut nama, pernyataan ini seolah menyinggung Yamal yang gagal membawa Barcelona juara Eropa meski bersinar di kompetisi domestik.
Bagi sebagian orang, komentar itu dianggap logis. Liga Champions memang merupakan ajang paling prestisius di level klub. Namun, bagi yang lain, pernyataan tersebut justru dianggap menyederhanakan penilaian Ballon d'Or hanya berdasarkan satu kompetisi saja.
Lamine Yamal: Bintang Muda yang Mencuri Perhatian
Nama Lamine Yamal memang jadi bahan pembicaraan hangat dalam musim 2024/2025. Di usia 17 tahun, ia tampil luar biasa bersama Barcelona dan membantu klubnya meraih semua gelar domestik: La Liga, Copa del Rey, hingga Supercopa. Statistiknya mencengangkan, perannya di lini serang begitu krusial, bahkan melebihi ekspektasi untuk pemain seusianya.
Namun, kiprahnya harus terhenti di Liga Champions saat Barcelona dikalahkan Inter Milan di babak semifinal. Kekalahan ini disebut-sebut menjadi alasan mengapa Yamal tak masuk radar utama Ronaldo sebagai kandidat Ballon d'Or.
Franck Ribery Bereaksi: Sindiran Penuh Emosi
Mendengar pernyataan tersebut, Franck Ribery tak tinggal diam. Mantan pemain sayap andalan Prancis itu langsung menyindir Ronaldo lewat unggahan di media sosial, mempertanyakan keharusan menjuarai Liga Champions untuk bisa memenangkan Ballon d'Or. Unggahannya menyiratkan kritik atas standar ganda dan inkonsistensi dalam pemberian penghargaan ini.
Kemarahan Ribery bukan tanpa alasan. Pada tahun 2013, ia sempat menjadi kandidat kuat Ballon d'Or usai musim luar biasa bersama Bayern Munich. Saat itu, Ribery membawa timnya meraih treble winners: Bundesliga, DFB Pokal, dan Liga Champions. Ia juga mencatatkan 26 gol dan 27 assist dalam satu musim. Namun, penghargaan itu justru jatuh ke tangan Ronaldo, yang pada musim itu tidak mengangkat satu pun trofi utama.
Luka Lama yang Belum Sembuh
Insiden tahun 2013 tampaknya menjadi luka yang belum sembuh bagi Ribery. Banyak pihak, bahkan sampai hari ini, meyakini bahwa Ribery layak menang tahun itu. Sayangnya, dominasi nama besar dan popularitas tampaknya turut memainkan peran dalam keputusan akhir.
Dengan menyindir Ronaldo, Ribery seolah ingin mengingatkan publik bahwa konsistensi dalam penilaian Ballon d'Or patut dipertanyakan. Jika Ronaldo bisa menang meski tanpa trofi Liga Champions pada masanya, mengapa kini Yamal yang tampil luar biasa di level domestik harus dikesampingkan hanya karena gagal juara Eropa?
Polemik ini kembali mengungkap dilema lama: apakah Ballon d'Or murni soal statistik dan prestasi, ataukah juga dipengaruhi oleh nama besar dan narasi publik? Kasus Ribery di masa lalu dan kemungkinan nasib Yamal tahun ini menjadi cermin bahwa penghargaan individu tidak selalu linier dengan performa di lapangan.
Diskusi soal siapa yang pantas meraih Ballon d'Or memang selalu menarik, tapi kali ini nuansanya lebih emosional. Tak hanya karena kandidatnya masih sangat muda, tapi juga karena ini menyangkut keadilan yang dirasa pernah direnggut oleh mereka yang merasa lebih pantas.
Meski musim belum berakhir sepenuhnya dan turnamen internasional seperti Euro 2025 atau Copa America bisa mempengaruhi hasil akhir, perdebatan seperti ini menjadi bumbu penyedap menjelang malam penghargaan.
Satu hal yang pasti, Lamine Yamal telah mencuri hati banyak penonton, dan jika ia terus melanjutkan performanya, bukan tak mungkin namanya akan tetap berada di antara bintang-bintang besar dunia. Apakah ia akan menembus dinding tebal kriteria lama, atau justru menjadi korban standar ganda? Waktu yang akan menjawab.