Enzo Maresca Kritik Sepakbola Italia: Lambat dan Terjebak dalam Kultur Lama

Kuatbaca - Situasi sepakbola Italia kembali menjadi sorotan tajam setelah kekalahan telak 0-3 dari Norwegia di laga perdana Kualifikasi Piala Dunia 2026. Sebuah hasil yang mencoreng nama besar Gli Azzurri, negara yang memiliki sejarah panjang dan prestisius dalam sepakbola dunia. Kekalahan ini bahkan membuat posisi pelatih tim nasional harus tergantikan lebih cepat dari yang diperkirakan.
Bagi sebagian pengamat, kekalahan ini adalah sinyal darurat bahwa Italia belum sepenuhnya beradaptasi dengan perubahan arah permainan modern. Sementara Norwegia melesat dengan empat kemenangan dan menjadi favorit untuk finis di puncak grup, Italia justru terancam mengulang kisah pahit: kembali ke jalur play-off yang telah dua kali menggagalkan mereka menuju Piala Dunia.
Kontradiksi: Klub Berprestasi, Timnas Tertinggal
Ironisnya, di saat tim nasional terpuruk, klub-klub Italia seperti Inter Milan justru mampu menembus panggung final Eropa. Inter berhasil mencapai final Liga Champions, meski akhirnya harus menelan kekalahan telak dari Paris Saint-Germain dengan skor mencolok 0-5. Ini adalah final kedua Inter dalam tiga musim terakhir — sebuah pencapaian yang patut diapresiasi di tengah tekanan kompetisi Eropa yang semakin ketat.
Namun, di balik keberhasilan itu, tersimpan kegelisahan dari seorang pelatih yang kini menangani salah satu klub terbesar di Inggris. Enzo Maresca, manajer baru Chelsea yang pernah menimba ilmu di bawah asuhan Pep Guardiola di Manchester City, memandang situasi ini dari sudut pandang yang lebih dalam.
Sepakbola Italia Dinilai Tak Lagi Mampu Mengimbangi Perubahan
Maresca mengamati adanya perbedaan mendasar dalam gaya bermain antara klub-klub top Eropa dengan tim-tim asal Italia. Menurutnya, sepakbola Italia cenderung stagnan, terjebak dalam tempo lambat dan masih terlalu bergantung pada pengalaman dan senioritas, alih-alih memberi ruang bagi energi dan kreativitas pemain muda.
Bagi Maresca, final Liga Champions antara PSG dan Inter Milan adalah contoh konkret bagaimana perbedaan itu begitu nyata. PSG, yang ditangani Luis Enrique, bermain dengan intensitas tinggi, tekanan konstan, dan pendekatan taktik modern yang menuntut fisik serta mentalitas kuat dari para pemain mudanya. Sementara Inter, meskipun tampil konsisten di Eropa, dianggap mewakili gaya lama yang semakin sulit bersaing di level tertinggi.
Budaya Sepakbola Italia: Terlalu Mengandalkan Senioritas
Salah satu kritik utama Maresca terhadap kultur sepakbola Italia adalah kecenderungan sistem untuk menyepelekan pemain muda. Dalam banyak kasus, pemain muda dianggap belum siap dan dianggap kalah pengalaman dibandingkan pemain yang lebih tua. Padahal, di banyak negara lain, justru para pemain muda inilah yang menjadi tulang punggung revolusi taktik dan gaya bermain baru.
Maresca menilai bahwa ketakutan untuk mengambil risiko terhadap pemain muda menyebabkan Italia kehilangan energi dan dinamika permainan. Ini bukan semata-mata soal strategi, melainkan refleksi dari budaya sepakbola yang masih terlalu konservatif dalam mengambil keputusan.
Kini, sebagai pelatih kepala Chelsea, Maresca ingin membuktikan bahwa filosofi permainan cepat, penuh tekanan, dan memberi kepercayaan pada talenta muda bisa menjadi kunci sukses. Ia melihat pendekatan yang sama telah berhasil diterapkan oleh Enrique di PSG, dan percaya bahwa ini adalah arah yang harus diikuti jika ingin tetap relevan di panggung sepakbola modern.
Italia, menurutnya, harus segera berbenah. Jika tidak, maka sepakbola negeri tersebut hanya akan terus tertinggal di tengah laju cepat evolusi taktik dan dinamika global.