Anggaran Makan Pejabat Saat Rapat Dibatasi: Maksimal Rp 118 Ribu, Snack Rp 53 Ribu

Kuatbaca - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menetapkan batas maksimal baru untuk biaya makan dan kudapan (snack) bagi para pejabat negara yang mengikuti rapat tatap muka. Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya pengelolaan anggaran negara yang lebih akuntabel dan transparan.
Ketentuan Tertuang dalam PMK Tahun Anggaran 2026
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 32 Tahun 2025 tentang Standar Biaya Masukan (SBM) Tahun Anggaran 2026. Regulasi tersebut resmi diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 14 Mei 2025 dan mulai berlaku sejak 20 Mei 2025.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa besaran maksimal untuk konsumsi makan saat rapat adalah sebesar Rp 118 ribu per orang. Sementara itu, untuk snack atau makanan ringan, anggaran yang diperbolehkan adalah maksimal Rp 53 ribu per orang. Namun, penting dicatat bahwa besaran tersebut bukan patokan tetap, melainkan batas atas yang tidak boleh dilampaui.
Hanya Berlaku untuk Rapat Luring Berdurasi di Atas Dua Jam
Kebijakan ini hanya berlaku untuk rapat yang dilaksanakan secara langsung (luring) dengan durasi minimal dua jam. Apabila rapat berlangsung kurang dari dua jam, maka hanya makanan ringan yang boleh disediakan. Artinya, makan berat tidak diperbolehkan dalam pertemuan yang tergolong singkat.
Kebijakan ini diharapkan mampu menekan pengeluaran yang selama ini seringkali kurang terkendali, terutama dalam konteks konsumsi pada kegiatan rapat yang melibatkan pejabat tinggi negara, seperti Menteri, Wakil Menteri, dan pejabat eselon I atau yang setara.
Pengetatan Anggaran untuk Pengelolaan Lebih Efisien
Selama ini, batasan anggaran konsumsi dalam kegiatan rapat masih bersifat fleksibel dan dalam praktiknya kerap melebihi satuan biaya yang ditetapkan. Dengan dikeluarkannya PMK ini, Kementerian Keuangan mempertegas bahwa satuan biaya tersebut merupakan batas tertinggi yang boleh digunakan, bukan estimasi yang dapat ditafsirkan longgar.
Lebih jauh, langkah ini juga diiringi dengan pengawasan yang lebih ketat terhadap implementasi anggaran di tiap kementerian dan lembaga. Pemerintah mendorong agar setiap satuan kerja dapat lebih disiplin dan efisien dalam menyusun serta melaksanakan anggaran rapat.
Dalam praktiknya, beberapa lembaga bahkan telah menerapkan strategi agar tidak perlu mengeluarkan biaya makan selama rapat. Salah satu pendekatan yang kini diterapkan adalah penjadwalan rapat sebelum waktu makan siang. Dengan begitu, kegiatan rapat bisa selesai tanpa perlu menyediakan makan berat.
Langkah ini dianggap cukup efektif untuk mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, tanpa mengganggu kelangsungan dan produktivitas rapat. Bahkan, dalam beberapa kasus, meski rapat berlangsung lebih dari dua jam, tidak jarang konsumsi tetap ditiadakan demi efisiensi anggaran.
Meskipun batasan biaya sudah ditetapkan secara nasional, realisasi pelaksanaan tetap diserahkan kepada masing-masing kementerian dan lembaga, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi internal mereka. Namun, prinsip utamanya tetap satu: jangan melebihi batas yang telah ditentukan.
Dengan sistem ini, pemerintah berharap seluruh aparatur negara bisa lebih sadar dalam menggunakan anggaran, terutama di tengah tuntutan efisiensi dan akuntabilitas publik yang semakin tinggi.
Langkah pembatasan uang makan dan snack ini bisa dilihat sebagai bagian dari simbolisasi efisiensi belanja negara. Di satu sisi, anggaran konsumsi rapat memang tidak tergolong sebagai komponen utama belanja, tetapi jika dikalikan dengan jumlah kegiatan dan peserta, akumulasinya bisa signifikan.
Kebijakan ini juga merupakan pesan bahwa penghematan bisa dimulai dari hal-hal kecil namun berdampak luas. Harapannya, bukan hanya anggaran rapat yang lebih terkendali, tetapi juga budaya efisiensi yang dapat menular ke berbagai aspek pengelolaan keuangan negara.