Kuatbaca - Sebuah tragedi kemanusiaan kembali mengguncang wilayah Papua Tengah. Aksi brutal kelompok kriminal bersenjata (KKB) di bawah pimpinan Klenak Murib kembali mencoreng keamanan di Kabupaten Puncak. Kali ini, serangan mematikan terjadi di Kampung Lambera, Distrik Yugumoak, dan mengakibatkan tiga warga sipil tewas, empat lainnya luka-luka, serta 11 honai dibakar hingga rata dengan tanah.
Warga Kampung Lambera tengah menjalani hari seperti biasa pada Rabu pagi, 18 Juni 2025, ketika suara tembakan membuyarkan ketenangan. Sekitar pukul 09.00 WIT, sekelompok orang bersenjata memasuki kampung dan langsung menyerang tanpa pandang bulu. Aksi kekerasan ini disebut sebagai ulah kelompok KKB pimpinan Klenak Murib, yang telah dikenal aparat karena sederet serangan bersenjata terhadap warga dan fasilitas publik sebelumnya.
Bersama sekitar 23 orang anggotanya, kelompok ini menyerbu kampung dengan membawa setidaknya empat senjata api laras panjang. Serangan itu berlangsung cepat dan menimbulkan kepanikan luar biasa di antara warga yang tidak bersalah.
Korban berjatuhan seketika. Tiga warga dinyatakan meninggal dunia di lokasi kejadian. Mereka adalah Minaggen Wijangge, Patiago Tabuni, dan Oriup Murib. Ketiganya merupakan warga sipil yang tak memiliki keterlibatan dengan aparat maupun organisasi politik.
Selain itu, empat orang lainnya mengalami luka tembak dan rekoset peluru. Amos Tabuni terluka di lengan kanan, Anis Tabuni di lengan kiri, Amote Tabuni mengalami luka di kepala, sementara Perdus Tabuni mengalami cedera akibat serpihan peluru di bagian kaki. Para korban yang selamat langsung dilarikan ke tempat yang lebih aman dan mendapatkan perawatan medis darurat.
Tak berhenti di situ, kelompok bersenjata ini juga membakar sedikitnya 11 honai, rumah adat khas masyarakat Papua yang menjadi simbol identitas dan tempat tinggal mereka. Api melalap rumah-rumah yang sebagian besar terbuat dari kayu dan jerami, menyisakan puing-puing dan asap pekat yang membumbung di antara pepohonan hutan pegunungan.
Akibat serangan ini, warga Kampung Lambera terpaksa meninggalkan rumah mereka. Demi keselamatan, mereka mengungsi ke Distrik Megeabume dan Sinak. Beberapa di antara mereka membawa anak-anak, lansia, dan hanya sempat menyelamatkan pakaian di badan. Situasi pengungsian kini menjadi perhatian utama pemerintah setempat dan aparat keamanan.
Peristiwa ini mendapat sorotan serius dari pihak keamanan. Operasi Damai Cartenz yang ditugaskan mengatasi gangguan keamanan di Papua menyebut tindakan kelompok KKB sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Serangan terhadap warga sipil yang tidak bersenjata dinilai sebagai tindakan biadab yang tak memiliki dasar moral maupun hukum.
Aparat gabungan TNI-Polri kini telah bergerak untuk menstabilkan situasi dan melakukan pengejaran terhadap pelaku. Pendekatan keamanan dilakukan secara terpadu, namun tetap dengan pertimbangan kemanusiaan untuk melindungi warga sipil yang masih berada di wilayah rawan.
Serangan ini tidak hanya menimbulkan kerugian fisik, tetapi juga menciptakan trauma mendalam bagi masyarakat. Warga yang selamat kini hidup dalam ketakutan. Anak-anak menangis setiap kali mendengar suara keras, sementara orang tua terus mengawasi langit dan hutan dengan penuh cemas. Honai yang terbakar bukan sekadar tempat tinggal, melainkan simbol kehangatan keluarga dan peradaban lokal yang hancur dalam sekejap.
Tragedi di Kampung Lambera menjadi pengingat bahwa konflik di Papua masih menyisakan luka yang belum sembuh. Masyarakat berharap pemerintah pusat dan daerah tidak hanya mengejar pelaku, tetapi juga memberi perhatian lebih dalam bentuk bantuan pemulihan, perlindungan jangka panjang, serta rekonsiliasi yang melibatkan semua pihak.
Di tengah rasa duka, warga Lambera kini menggantungkan harapan pada negara—bahwa mereka tidak akan ditinggalkan dan suara mereka tetap didengar dalam pusaran konflik yang terus berkecamuk.