Skandal Korupsi Proyek PDNS: 5 Fakta yang Seret Eks Dirjen Kominfo Jadi Tersangka

Kuatbaca.com - Proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang seharusnya menjadi tulang punggung transformasi digital Indonesia justru menjadi ladang korupsi. Bermula dari program pengadaan layanan komputasi awan senilai Rp 958 miliar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada tahun 2020, investigasi Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menguak adanya dugaan rekayasa dalam pemilihan kontraktor pelaksana. Skema ini melibatkan beberapa pejabat tinggi dan pihak swasta dalam memuluskan proyek yang ternyata menyimpang dari tujuan awal pembentukan Pusat Data Nasional.
1. Penetapan Lima Tersangka Termasuk Eks Dirjen Kominfo
Setelah melalui proses penyelidikan yang intensif, Kejari Jakpus menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka antara lain Semuel Abrijani Pangerapan (mantan Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo), Bambang Dwi Anggono (mantan Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah), Nova Zanda (PPK PDNS), Ifi Asman (Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta), dan Pini Panggar Agusti (Account Manager PT Docotel Teknologi). Kelimanya diduga memiliki peran strategis dalam pengondisian proyek dan penentuan kontraktor yang dinilai telah menyalahi prosedur serta merugikan negara.
2. Proyek Sementara yang Bertentangan dengan Perpres
Pemerintah sebelumnya telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), yang menjadi landasan hukum pembangunan Pusat Data Nasional permanen. Namun, pada kenyataannya, Kominfo malah membentuk PDNS—sebuah entitas data center yang bersifat sementara dan sepenuhnya bergantung pada pihak swasta. Modus ini ditengarai menjadi trik untuk mengakali regulasi agar dapat menunjuk rekanan tertentu dalam pelaksanaan proyek, yang ujung-ujungnya bermuara pada praktik suap dan penggelembungan anggaran.
3. Bukti Penggeledahan: Uang, Mobil, Emas hingga Sertifikat Tanah
Jaksa melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi, termasuk kantor Kominfo (kini Komunikasi dan Digital), rumah para tersangka, serta kantor perusahaan rekanan seperti PT Aplikanusa Lintasarta dan PT Docotel Teknologi. Hasilnya, penyidik berhasil menyita uang tunai lebih dari Rp 1,7 miliar, tiga unit mobil mewah, emas seberat 176 gram, serta tujuh sertifikat tanah. Tidak hanya itu, ratusan dokumen penting serta barang bukti elektronik lainnya juga dikumpulkan untuk memperkuat kasus.
4. Suap Mencapai Rp 11 Miliar untuk Muluskan Proyek
Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa dua pejabat Kominfo—SAP dan BDA—menerima suap (kickback) sebesar Rp 11 miliar dari pihak pelaksana proyek. Uang suap tersebut diberikan untuk menjamin kelancaran proyek serta memenangkan perusahaan tertentu sebagai pelaksana kegiatan. Fakta ini menguatkan dugaan bahwa proyek PDNS dirancang sejak awal sebagai ladang untuk memperkaya diri, bukan sebagai sarana peningkatan infrastruktur digital pemerintah.