Pengakuan Mengejutkan Yanti Usai Mutilasi Ibu dan Anak Kandung: "Saya Sakit Hati"

19 May 2025 20:58 WIB
pelaku-mutilasi-di-cianjur-1747637878756_169.jpeg

Kuatbaca - Kasus mutilasi yang melibatkan Yanti Rustini (31) dan ayahnya, Cahya (60), menyita perhatian publik dan mengguncang hati banyak orang. Yanti, yang terlibat langsung dalam aksi pembunuhan dan mutilasi terhadap ibu serta anak kandungnya sendiri, mengaku bahwa perbuatan kejam itu dilatarbelakangi oleh rasa sakit hati yang mendalam. Ia merasa diperlakukan tidak adil dan dikucilkan sejak kecil oleh sang ibu, yang kemudian memicu kemarahan dan dendam yang membara dalam dirinya. "Saya sakit hati. Kalau sudah begini, dua adik saya juga merasakan hal yang sama, tidak bisa lagi mendapatkan kasih sayang dari ibu," ujarnya.

Rencana Jahat yang Sudah Dirancang Sejak Lama

Kejadian ini bukanlah sebuah aksi spontan. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh aparat kepolisian Polres Cianjur, diketahui bahwa Yanti dan Cahya telah merencanakan pembunuhan ini sejak malam tanggal 21 April 2025. Motif utama di balik perencanaan ini adalah masalah keuangan. Korban, Lilis (51), menolak permintaan Yanti dan Cahya untuk meminjam uang guna melunasi utang yang mereka tanggung. Penolakan tersebut, yang juga disertai alasan bahwa uang dan emas yang dimiliki ibu mereka adalah titipan adik yang bekerja di luar negeri, menimbulkan kemarahan dan kekecewaan yang luar biasa bagi Yanti dan Cahya.

Eksekusi Kejam saat Korban Tengah Tidur

Pembunuhan dilakukan saat Lilis tengah tertidur, memanfaatkan waktu yang dianggap aman agar aksinya tidak mudah terdeteksi. Namun, saat korban balita berusia tiga tahun terbangun dan menyaksikan kejadian tersebut, pelaku langsung membunuh sang anak agar tidak ada saksi hidup yang bisa mengungkap perbuatan mereka. Kekejaman ini semakin bertambah ketika tubuh kedua korban tidak hanya dibunuh, tetapi juga dimutilasi, dikuliti, dan dibakar agar jejak kejahatan sulit terendus oleh pihak berwajib.

Proses Mengerikan Setelah Pembunuhan

Tubuh kedua korban tidak langsung dibuang setelah pembunuhan. Yanti dan Cahya membiarkan jasad tersebut selama beberapa hari sebelum melakukan mutilasi. Proses ini menunjukkan betapa terencana dan kejamnya tindakan yang dilakukan. Setelah tubuh dimutilasi dan dibakar, mereka membuang potongan jasad ke beberapa lokasi berbeda untuk menghilangkan bukti dan mengaburkan jejak kejahatan yang telah mereka lakukan.

Kasat Reskrim Polres Cianjur, AKP Tono Listianto, menegaskan bahwa kasus ini adalah salah satu contoh paling mengerikan yang pernah ditangani. Penyelidikan yang mendalam dilakukan untuk mengungkap fakta dan motif di balik tindakan biadab tersebut. Aparat kepolisian kini fokus mengumpulkan bukti dan mempersiapkan proses hukum yang ketat bagi Yanti dan Cahya. Penanganan kasus ini juga menjadi peringatan bagi masyarakat tentang pentingnya perhatian terhadap masalah keluarga dan psikologis yang sering kali menjadi pemicu tragedi memilukan.

Kasus ini mengingatkan kita bahwa konflik dan trauma dalam keluarga, apabila tidak ditangani dengan baik, bisa berujung pada tragedi yang tak terbayangkan. Perasaan sakit hati dan pengabaian kasih sayang yang dialami Yanti sejak kecil diduga menjadi pemicu utama peristiwa ini. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk lebih serius memberikan perhatian pada kesehatan mental dan dinamika keluarga, terutama bagi mereka yang mengalami kekerasan atau pengabaian sejak dini.

Pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan Yanti dan ayahnya bukan hanya sebuah kasus kriminal biasa, melainkan sebuah tragedi yang lahir dari luka batin dan konflik keluarga yang dalam. Peristiwa ini menuntut evaluasi serius dari berbagai pihak, baik aparat penegak hukum, lembaga sosial, hingga komunitas masyarakat, agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan. Penanganan yang tepat terhadap masalah psikologis dan keluarga harus menjadi prioritas agar setiap individu dapat hidup dalam lingkungan yang penuh kasih sayang dan aman.

kriminal

Fenomena Terkini






Trending