KKP Temukan Tambang Ilegal di Pulau Citlim, Ancaman Serius untuk Ekosistem Pulau Kecil

Kuatbaca.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia baru-baru ini menemukan aktivitas pertambangan ilegal yang berlangsung di Pulau Citlim, wilayah administratif Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Keberadaan kegiatan tambang tersebut menjadi sorotan karena dilakukan tanpa mengantongi izin resmi dari pihak berwenang, khususnya dari KKP yang memiliki wewenang dalam pengelolaan pulau-pulau kecil dan kawasan pesisir.
Pulau Citlim sendiri diklasifikasikan sebagai pulau kecil, bahkan tergolong tiny island, dengan luas hanya sekitar 2.200 hektare. Dengan ukuran yang sangat terbatas, keberadaan aktivitas pertambangan di pulau ini menjadi ancaman besar bagi keberlanjutan ekosistem lokal yang sangat rentan terhadap gangguan lingkungan.
1. Aturan Tegas Larang Tambang di Pulau Kecil
Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2024, kegiatan pertambangan secara tegas dilarang di pulau-pulau dengan luas kurang dari 100 kilometer persegi. Aturan ini hadir sebagai bentuk perlindungan terhadap ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki keunikan dan kerentanan ekologis tinggi.
Ahmad Aris, Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPK KKP), menegaskan bahwa tidak ada toleransi terhadap eksploitasi pulau kecil yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ia juga menjelaskan bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi resmi dari KKP.
“Pulau sekecil ini tidak boleh ada tambang. Apalagi tidak ada izin, ini jelas pelanggaran,” tegas Aris dalam pernyataannya melalui media sosial resmi Ditjen PKRL.
2. Tak Punya Izin, Pulau Seharusnya Disegel
Lebih lanjut, Aris mengungkapkan bahwa aktivitas yang berlangsung di Pulau Citlim dilakukan tanpa seizin KKP. Menurutnya, pihak pengelola atau pelaku usaha tambang tidak pernah mengurus rekomendasi penggunaan pulau kecil kepada kementerian, sebagaimana diwajibkan oleh regulasi. Bahkan, di lokasi tersebut juga ditemukan adanya pembangunan fasilitas seperti jeti (dermaga kecil) dan reklamasi daratan yang juga patut diduga tanpa izin resmi.
“Seharusnya pulau ini kita segel karena tidak ada izin. Tapi mereka tidak menggubris. Kegiatan reklamasi dan pembangunan jeti juga kami duga ilegal,” jelas Aris.
Kondisi ini semakin memperkuat dugaan bahwa kegiatan pertambangan dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa memperhatikan aspek legalitas dan dampak lingkungan.
3. Dampak Lingkungan Mulai Terlihat: Karang dan Lamun Terancam
Salah satu kekhawatiran terbesar yang disampaikan KKP terkait tambang ilegal di Pulau Citlim adalah dampaknya terhadap lingkungan laut. Aris menunjukkan langsung bekas tambang yang tampak jelas tidak direhabilitasi. Area bekas galian masih terlihat gundul tanpa upaya penanaman kembali.
Jenis pertambangan yang dilakukan adalah tambang Pulau Petabah, dengan ciri khas tanah berwarna cokelat kemerahan. Saat hujan turun, sedimen dari lokasi tambang mudah terbawa aliran air menuju laut, menyebabkan sedimentasi yang dapat menutupi terumbu karang dan padang lamun di sekitarnya.
“Sedimen dari bekas tambang ini kalau terbawa hujan, pasti akan masuk laut dan menutup terumbu karang serta lamun. Ini ancaman serius,” ujar Aris.
Padang lamun dan terumbu karang merupakan ekosistem penting yang menjadi habitat alami berbagai jenis biota laut. Kerusakan pada kedua ekosistem ini dapat berdampak langsung terhadap populasi ikan, udang, dan organisme laut lainnya, serta mata pencaharian nelayan lokal.