Kisah Tragis ART Sumba di Batam: Dianiaya, Dipaksa Makan Kotoran Anjing oleh Majikan

24 June 2025 13:36 WIB
polisi-menetapkan-dua-orang-sebagai-tersangka-kasus-penganiayaan-art-di-batam-alamudin-hamapudetiksumut-1750679744649_169.jpeg

Kuatbaca - Kekerasan terhadap asisten rumah tangga kembali mencoreng wajah kemanusiaan di Indonesia. Kali ini, tragedi memilukan terjadi di Batam, Kepulauan Riau. Seorang ART berinisial I, perempuan muda asal Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, menjadi korban penyiksaan brutal oleh majikannya sendiri.

Kisah menyedihkan ini bermula dari insiden sepele: dua anjing peliharaan milik majikannya berkelahi karena kelalaian kecil sang ART yang lupa menutup kandang. Akibat perkelahian tersebut, kedua anjing mengalami luka, dan hal itu memicu kemarahan sang majikan, yang dikenal dengan inisial R.

Namun, kemarahan itu tak berhenti pada teguran atau peringatan. R diduga langsung melampiaskan emosinya pada sang ART, dengan melakukan serangkaian kekerasan fisik yang sangat tidak manusiawi.

Dianiaya Bukan oleh Satu Orang, Tapi Dua

Yang lebih mengejutkan, R tidak melakukannya sendiri. Seorang ART lain, berinisial M, juga turut serta dalam aksi kekerasan ini. Berdasarkan pengakuan awal, M mengatakan bahwa ia hanya mengikuti perintah majikannya. Namun fakta bahwa seorang sesama ART tega ikut memukuli korban tentu menambah kelam kisah ini.

Korban I diduga dipukuli berkali-kali, bukan hanya menggunakan tangan kosong, tapi juga dengan berbagai benda yang ada di rumah. Mulai dari raket listrik, ember, kursi plastik, hingga serokan sampah digunakan untuk menyiksa korban secara fisik dan psikologis.

Dipaksa Makan Kotoran Anjing, Puncak Kekejaman

Namun yang paling mengguncang nurani, dan mungkin tak bisa dibayangkan oleh akal sehat, adalah ketika korban dipaksa memakan kotoran anjing oleh majikannya. Tindakan ini menandai puncak kebiadaban yang jelas-jelas melanggar hak asasi manusia dan mencoreng rasa kemanusiaan.

Tak hanya menyiksa tubuh korban, tindakan memaksa seseorang memakan kotoran binatang adalah bentuk penghinaan yang sangat ekstrem. Ini bukan sekadar kekerasan fisik, tetapi juga pelecehan psikologis yang akan membekas dalam waktu lama.

Polisi Bertindak, Alat Bukti Diamankan

Kabar baiknya, aparat kepolisian dari Polresta Barelang tidak tinggal diam. Setelah laporan diterima, polisi bergerak cepat mengamankan para tersangka dan barang bukti dari rumah pelaku. Barang bukti berupa raket nyamuk, serokan sampah, kursi plastik, dan ember yang digunakan untuk menyiksa korban kini telah disita.

Majikan R dan ART M kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani proses hukum lebih lanjut. Kasus ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi siapapun agar tidak memperlakukan pekerja rumah tangga sebagai budak, apalagi sampai menyiksa mereka secara tidak manusiawi.

Kisah I hanyalah satu dari sekian banyak kasus kekerasan terhadap ART yang kerap terjadi, namun sering luput dari perhatian publik. Banyak ART datang dari daerah terpencil dengan harapan mengubah nasib, namun justru terjerat dalam siklus kekerasan, eksploitasi, dan penindasan.

ART seringkali bekerja tanpa perlindungan hukum yang kuat, bahkan tak sedikit dari mereka yang bekerja tanpa kontrak atau jaminan keselamatan kerja. Minimnya edukasi, ketimpangan kekuasaan, serta lemahnya pengawasan terhadap rumah tangga pengguna jasa membuat kasus seperti ini terus berulang.

Peristiwa ini memicu gelombang simpati dari masyarakat luas, terutama melalui media sosial. Banyak yang menuntut agar pelaku dihukum seberat-beratnya serta menyerukan pentingnya regulasi dan perlindungan nyata bagi ART di Indonesia.

Lembaga-lembaga bantuan hukum dan perlindungan perempuan pun mulai ikut mengadvokasi kasus ini agar tidak berhenti pada proses hukum semata, tetapi juga mendorong lahirnya reformasi perlindungan bagi para pekerja rumah tangga.

Di tengah gelombang empati, harapan pun menguat agar korban mendapat pemulihan fisik dan psikologis yang layak, serta agar kasus ini menjadi momentum penting memperbaiki nasib para pekerja rumah tangga yang selama ini kerap berada dalam bayang-bayang kekerasan.

Kita semua berharap, kekejaman seperti ini tidak lagi menjadi bagian dari realitas sosial Indonesia. Kemanusiaan seharusnya tak mengenal kasta, jabatan, atau domisili. Setiap orang berhak diperlakukan dengan hormat dan bermartabat—termasuk para ART yang bekerja diam-diam menjaga kenyamanan banyak rumah tangga di negeri ini.

kriminal

Fenomena Terkini






Trending