Kasus Dugaan Pemerkosaan oleh Dokter Residen Guncang RSHS Bandung

Kuatbaca - Lingkungan rumah sakit yang seharusnya menjadi tempat aman dan penuh empati justru diguncang kabar mengerikan. Seorang dokter residen anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) diduga melakukan tindakan pemerkosaan terhadap pendamping pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung. Kasus ini sontak memicu kemarahan publik setelah viral di media sosial.
Korban disebut-sebut merupakan anak perempuan dari seorang pasien yang tengah menjalani perawatan di rumah sakit tersebut. Ironisnya, tindakan keji itu justru terjadi di tempat yang seharusnya menjadi simbol profesionalisme dan etika tertinggi dalam pelayanan kesehatan.
Pelaku Diduga Bius Korban Sebelum Beraksi
Berbagai sumber menyebutkan bahwa sebelum menjalankan aksinya, pelaku diduga terlebih dahulu membius korban. Informasi ini menambah kesan bahwa tindakan tersebut dilakukan secara terencana dan sistematis. Meski kronologi lengkap kejadian belum dirilis secara resmi, kasus ini sudah ditangani oleh kepolisian, dan korban telah melakukan visum serta melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jawa Barat.
Kejadian yang diduga terjadi pada 18 Maret 2025 itu berlangsung di salah satu gedung dalam kompleks RSHS. Tidak hanya mengejutkan masyarakat, tetapi juga membuat internal rumah sakit serta lingkungan akademik FK Unpad harus bergerak cepat menanggapi peristiwa ini.
Langkah Cepat Pihak Rumah Sakit
Menanggapi isu ini, pihak RSHS langsung mengambil langkah tegas. Terduga pelaku yang merupakan peserta PPDS dari FK Unpad segera dikeluarkan dari program pendidikan klinis di RSHS. Sebab, meski menjalani tugas di rumah sakit, dokter residen merupakan peserta didik yang secara administratif berada di bawah tanggung jawab fakultas, bukan pegawai rumah sakit.
RSHS menegaskan bahwa begitu mendapat laporan, mereka langsung berkoordinasi dengan aparat hukum dan pihak fakultas. Mereka pun menegaskan tidak akan menoleransi pelanggaran etik dan hukum, terlebih yang mencoreng kepercayaan publik terhadap dunia medis.
Fakultas Diminta Transparan
Saat ini, publik juga menanti penjelasan resmi dari Fakultas Kedokteran Unpad terkait status pelaku serta tindak lanjut terhadap proses akademiknya. Mengingat pelaku masih berstatus sebagai peserta didik, pihak kampus memegang peran penting dalam menindaklanjuti kasus ini secara objektif, tidak sekadar secara hukum, tetapi juga etik profesi kedokteran.
Harapan masyarakat kini tertuju pada adanya kejelasan, transparansi, serta tindakan konkret dari institusi pendidikan kedokteran. Kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik lembaga, tetapi juga menjadi ujian besar bagi sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia.
Tragedi ini menjadi pengingat bahwa kecakapan klinis tidak bisa menjadi satu-satunya tolok ukur dalam mendidik tenaga kesehatan. Integritas moral, empati, dan etika profesi harus menjadi pondasi utama yang diajarkan dalam setiap tahapan pendidikan kedokteran. Ketika seorang dokter menyalahgunakan kuasanya, dampaknya bukan hanya bagi korban secara pribadi, tetapi juga pada kepercayaan masyarakat terhadap seluruh sistem layanan kesehatan.
Di tengah kemarahan dan kekecewaan publik, muncul pula seruan agar kejadian ini tidak disapu di bawah karpet. Banyak pihak mendesak agar evaluasi menyeluruh dilakukan terhadap proses seleksi dan pembinaan peserta PPDS di berbagai institusi. Jika terbukti benar, pelaku harus dihukum sesuai hukum yang berlaku, bukan hanya dikeluarkan secara administratif.
RSHS dan FK Unpad, sebagai institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan yang ternama, kini dihadapkan pada tantangan untuk menunjukkan komitmen terhadap keadilan, perlindungan korban, dan reformasi sistemik agar kejadian serupa tidak pernah terulang lagi.
Kasus ini adalah peringatan keras bahwa kekuasaan dalam dunia medis bisa menjadi alat kekerasan jika tidak dikontrol dengan nilai-nilai kemanusiaan. Yang dibutuhkan saat ini bukan hanya sanksi, tetapi juga perubahan menyeluruh dalam pola pembinaan karakter calon dokter. Sebab, lebih dari sekadar menyembuhkan luka fisik, seorang dokter dituntut untuk melindungi martabat dan keselamatan manusia.
Dalam dunia yang tengah krisis kepercayaan, satu tindakan bejat bisa meruntuhkan fondasi yang telah dibangun selama puluhan tahun. Namun dari krisis ini pula, bisa lahir reformasi jika semua pihak memilih untuk bertindak benar, meski tidak nyaman.