Kasus Asusila Vadel Badjideh: Seruan untuk Empati di Tengah Sidang yang Menguras Emosi

Kuatbaca - Kasus dugaan tindak asusila yang menyeret nama publik figur Vadel Badjideh masih terus berproses di meja hijau. Dalam suasana yang sudah cukup panas, pihak kuasa hukum Vadel menyampaikan imbauan penting: semua pihak diminta menahan diri dan menjaga empati, mengingat kasus ini menyangkut hal yang sangat sensitif, termasuk kondisi psikologis korban dan keluarga.
Oya Abdul Malik, pengacara yang mewakili Vadel, angkat bicara setelah mendengar berbagai pernyataan dari pihak kuasa hukum Nikita Mirzani, ibu dari anak yang menjadi saksi dalam persidangan. Ia meminta agar komentar publik dan narasi dari masing-masing kubu tidak justru memperkeruh suasana.
Proses Hukum yang Tertutup dan Berat secara Emosional
Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan digelar secara tertutup, sebagaimana lazimnya untuk perkara asusila, terlebih lagi jika melibatkan anak di bawah umur. Karena itu, Oya menegaskan bahwa tidak semua hal bisa dibuka ke publik. Pernyataan-pernyataan yang keluar dari pihak luar menurutnya harus ditakar dengan bijak, karena bisa memicu reaksi emosional dari pihak-pihak yang terlibat.
“Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal hati. Kita harus menjaga ruang emosi semua pihak, baik korban, keluarga, maupun terdakwa,” ujarnya saat ditemui awak media di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Empati untuk Nikita Mirzani dan Keluarga
Kuasa hukum Vadel juga menyampaikan simpati kepada Nikita Mirzani, yang dikabarkan sempat menangis dan tampak terguncang usai mendengar kesaksian putrinya dalam persidangan. Menurut Oya, perasaan seorang ibu yang harus menyaksikan anaknya terlibat dalam proses hukum seperti ini tentu tidak bisa diremehkan. Ia berharap publik bisa lebih peka dan tidak memperburuk kondisi dengan membanjiri media sosial dengan spekulasi atau tuduhan yang belum tentu sesuai fakta hukum.
“Saya percaya, hari itu adalah hari yang sangat berat untuk Bu Nikita. Tapi kami juga meminta semua pihak, termasuk media, untuk tidak menambah beban dengan narasi yang menghakimi,” katanya.
Vadel Badjideh Didorong untuk Jujur dan Ikhlas
Di sisi lain, Vadel Badjideh disebut tengah menjalani masa sulit dengan berusaha introspeksi dan menenangkan diri. Oya menyebut bahwa kondisi mental kliennya saat ini mulai membaik. Ia lebih fokus pada ibadah, lebih menerima proses hukum yang sedang berjalan, dan menunjukkan sikap yang lebih tenang.
“Saya selalu katakan ke Vadel, jujur itu lebih baik. Tugasmu sekarang hanya mengangkat tangan dan biarkan Tuhan yang bekerja,” tutur Oya.
Ia menegaskan bahwa Vadel tidak mengajukan eksepsi terhadap dakwaan, yang artinya ia memilih mengikuti proses hukum tanpa perlawanan awal.
Pernyataan kuasa hukum Nikita, Fahmi Bachmid, yang menyebut sidang berisi kesaksian ‘sadis’, dibantah keras oleh pihak Vadel. Oya menyebut bahwa istilah tersebut tidak tepat, karena semua keterangan yang muncul dalam ruang sidang seharusnya dijaga kerahasiaannya.
“Sadis untuk siapa? Tidak ada itu. Kalau sudah saling meminta maaf dan semuanya dalam ruang sidang yang tertutup, kita semua wajib menghormatinya,” ucapnya dengan tegas.
Menurutnya, penggunaan istilah yang berlebihan di ruang publik justru bisa menciptakan persepsi yang menyesatkan, apalagi jika dikonsumsi oleh masyarakat tanpa mengetahui konteks yang sebenarnya.
Sebagai informasi, Vadel Badjideh didakwa dengan sejumlah pasal berat yang menyangkut Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Kesehatan, termasuk pasal-pasal yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukuman maksimal yang bisa dikenakan mencapai 15 tahun penjara.
Dengan sidang yang masih bergulir dan belum mencapai tahap putusan, publik kini hanya bisa menunggu kelanjutan kasus ini. Namun yang jelas, seruan untuk menjaga empati dan tidak memperkeruh suasana menjadi penting, demi menghormati proses hukum dan memberi ruang bagi semua pihak untuk pulih dari luka batin yang sudah sangat dalam.