Dugaan Pemerkosaan oleh Dokter Residen di RSHS: Rasa Aman Pasien Dipertaruhkan

9 April 2025 14:32 WIB
e2cfe200-a0c3-4e5c-9598-f4db83de23de_169.jpeg

Kuatbaca - Sebuah kasus mengejutkan mencuat ke permukaan publik dan mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap dunia medis. Seorang dokter residen anestesi yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di bawah Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) diduga melakukan tindakan pemerkosaan terhadap seorang penunggu pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.

Kronologi Kejadian di Tengah Hiruk-Pikuk Rumah Sakit

Insiden ini dikabarkan terjadi pada 18 Maret 2025, di salah satu gedung milik RSHS Bandung. Korban, seorang perempuan yang diketahui merupakan anak dari salah satu pasien yang sedang dirawat di rumah sakit tersebut, menjadi sasaran aksi tidak manusiawi dari pelaku yang seharusnya menjalani pendidikan untuk menyelamatkan nyawa.

Dalam dugaan yang beredar, pelaku menggunakan metode pembiusan terhadap korban sebelum melakukan perbuatan bejatnya. Ini menambah horor dalam kasus tersebut, mengingat pelaku adalah calon spesialis anestesi yang memiliki pengetahuan mendalam tentang obat bius dan prosedur medis.

Tindakan Tegas dari Pihak Rumah Sakit

Pihak RSHS tidak tinggal diam begitu kabar ini sampai ke manajemen. Begitu kasus tersebut diketahui, pihak rumah sakit langsung mengambil langkah hukum dengan melaporkan pelaku ke pihak kepolisian. Tidak berhenti di situ, status pelaku sebagai peserta PPDS pun segera dicabut, dan ia dikeluarkan dari program pendidikan yang sedang dijalaninya.

Manajemen rumah sakit menegaskan bahwa pelaku bukan merupakan pegawai tetap rumah sakit, melainkan peserta didik dari FK Unpad yang tengah menjalani pendidikan praktik. Karena itu, pihak rumah sakit menyerahkan proses selanjutnya kepada pihak fakultas dan kepolisian.

Dalam kasus ini, koordinasi intensif dilakukan antara pihak RSHS dan Fakultas Kedokteran Unpad. Mengingat pelaku adalah bagian dari institusi pendidikan, fakultas disebut akan mengeluarkan pernyataan resmi terkait peristiwa ini. Sementara itu, laporan resmi sudah dilayangkan korban ke Polda Jawa Barat, termasuk permintaan visum untuk mendukung penyelidikan.

Pihak rumah sakit juga menegaskan komitmennya untuk sepenuhnya mendukung proses hukum. Mereka menyadari bahwa tindakan satu individu dapat merusak nama baik institusi, dan lebih dari itu, mengancam rasa aman pasien dan keluarganya di lingkungan rumah sakit.

Trauma Psikologis dan Luka yang Tak Terlihat

Kasus ini tak hanya menyisakan luka fisik dan emosional bagi korban, tetapi juga menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran luas di masyarakat. Rumah sakit, yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi pasien dan keluarga mereka, kini justru menjadi latar dari tragedi yang mengguncang hati banyak orang.

Bagi korban, trauma akibat pelecehan seksual bukanlah hal yang mudah dipulihkan. Diperlukan pendampingan psikologis yang serius, serta dukungan dari lingkungan sekitar agar proses pemulihan bisa berjalan dengan baik. Di sisi lain, masyarakat berharap agar pelaku mendapat hukuman yang setimpal dan kasus ini menjadi peringatan keras bagi institusi pendidikan dan rumah sakit untuk lebih selektif dalam pengawasan terhadap tenaga medis yang sedang menjalani pendidikan.

Hingga kini, publik masih menantikan proses hukum yang akan dijalani pelaku. Kepolisian diharapkan dapat mengusut tuntas kasus ini, termasuk menggali apakah ada kelalaian sistemik yang memungkinkan terjadinya pelecehan dalam lingkungan rumah sakit.

Di sisi lain, kasus ini menjadi refleksi penting bagi dunia pendidikan kedokteran. Tak cukup hanya cakap secara akademis dan klinis, calon dokter juga harus memiliki integritas, empati, dan tanggung jawab moral yang tinggi. Pendidikan karakter dan pengawasan etik menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi.

kriminal

Fenomena Terkini






Trending