Adhisty Zara dan Hubungannya dengan Sang Ayah: Tak Dekat Bukan Berarti Tak Sayang

5 July 2025 20:20 WIB
foto-zara-adhisty-1745316067611_169.png

Kuatbaca - Adhisty Zara, aktris muda yang sebelumnya dikenal sebagai anggota JKT48, kembali menjadi sorotan bukan hanya karena proyek film terbarunya, tapi juga karena keterbukaannya dalam membahas hubungan pribadi dengan sang ayah. Dalam sebuah wawancara saat mempromosikan film "Bertaut Rindu", Zara membagikan cerita yang cukup menyentuh dan jujur mengenai dinamika keluarganya, khususnya komunikasi yang sulit dengan ayah tercinta.

Komunikasi yang Tak Mudah

Zara mengungkapkan bahwa hubungannya dengan sang ayah, Mario Saladin Akbar Kusumawardhana, tidaklah sedekat hubungannya dengan ibunda. Bukan karena ada konflik atau persoalan besar di antara mereka, melainkan karena keduanya memiliki karakter yang mirip—sama-sama keras dan gengsi. Dua sifat itu seringkali membuat komunikasi di antara mereka menjadi canggung dan terbatas.

Menurut Zara, ia dan ayahnya tidak banyak berbicara, terutama soal perasaan atau hal-hal personal. Namun, di balik kesulitan berbicara itu, ia menegaskan bahwa rasa sayang kepada sang ayah tetap ada. Hanya saja, bentuk kasih sayang itu tidak selalu diekspresikan lewat kata-kata atau interaksi yang hangat.

Bukan Tentang Jarak Emosional

Meski dari luar tampak kurang akrab, Zara menegaskan bahwa hubungan mereka tetap dibangun atas dasar cinta. Bagi Zara, tidak semua orang tua dan anak bisa menjalin hubungan dengan cara yang sama. Ada keluarga yang terbiasa memeluk dan bicara dari hati ke hati setiap hari, ada juga yang menunjukkan kasih sayang melalui tindakan, bukan ucapan.

Ia memahami bahwa setiap orang memiliki cara sendiri dalam mengekspresikan perasaan. Dan meski sulit, Zara tetap berusaha menghormati karakter ayahnya serta mencoba mengerti bahwa latar belakang dan cara pandang generasi mereka mungkin berbeda.

Ibu, Sosok yang Lebih Dekat

Berbeda dengan ayahnya, Zara justru memiliki hubungan yang sangat dekat dengan sang ibu, Sofia Yulinar. Ia mengaku bisa berbicara apa saja dengan ibunya, dari hal pribadi sampai masalah karier. Bagi Zara, ibunya bukan hanya orang tua, tapi juga sahabat yang selalu bisa dia andalkan.

Kedekatan ini menjadi penyeimbang dalam hidupnya, terutama saat ia menghadapi tekanan dari dunia hiburan atau konflik pribadi. Zara merasa sangat beruntung memiliki sosok ibu yang suportif dan terbuka.

Cerita Zara tentang hubungan keluarganya muncul seiring keterlibatannya dalam film terbaru berjudul Bertaut Rindu. Film ini mengangkat tema hubungan antara orang tua dan anak yang tidak selalu harmonis, namun tetap dilandasi cinta yang tulus. Peran yang dimainkan Zara dalam film ini membuatnya banyak merenung dan belajar tentang pentingnya komunikasi dalam keluarga.

Zara mengatakan bahwa proses syuting film ini cukup menguras emosinya karena banyak adegan yang terasa relevan dengan kehidupan pribadinya. Ia bahkan mengaku, selama menjalani syuting, dirinya banyak merefleksikan hubungannya dengan ayah dan mencoba mencari cara untuk memperbaikinya.

Pengalaman dalam Bertaut Rindu seakan membuka mata Zara bahwa komunikasi dalam keluarga adalah sesuatu yang perlu diusahakan, meski tak mudah. Ia kini mulai mencoba mendekatkan diri pada sang ayah, sedikit demi sedikit. Mungkin tidak melalui percakapan panjang, tetapi melalui kehadiran, perhatian, dan usaha kecil untuk membangun jembatan komunikasi.

Zara juga berharap kisah dalam film ini dapat menginspirasi orang-orang di luar sana untuk lebih menghargai hubungan dengan keluarga, terutama orang tua. Tak ada hubungan yang sempurna, tapi selalu ada ruang untuk saling mengerti dan memperbaiki.

Apa yang dibagikan Zara menjadi pengingat bahwa hubungan antara anak dan orang tua bukanlah satu pola yang bisa berlaku untuk semua. Ada kalanya hubungan terasa dekat secara emosional, ada juga yang harus berjalan perlahan dengan penuh usaha. Namun, selama ada rasa hormat dan cinta yang tulus, selalu ada harapan untuk menjalin kembali kedekatan itu.

Adhisty Zara mungkin belum sepenuhnya dekat dengan sang ayah, tapi dia tengah berproses. Dan dari proses itulah, kita belajar bahwa menyayangi tak selalu harus terdengar nyaring—kadang cukup hadir, cukup mengerti, dan cukup mau mencoba.

Fenomena Terkini






Trending