Kuatbaca.com- Pada Rabu pagi, 2 April 2025, Gunung Marapi yang terletak di Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), mengalami erupsi yang cukup signifikan. Menurut catatan Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Gunung Marapi, erupsi terjadi pada pukul 06.25 WIB dan berlangsung selama 57 detik. Erupsi kali ini menghasilkan kolom abu vulkanik setinggi 350 meter di atas puncak gunung. Kejadian ini menjadi perhatian serius bagi warga sekitar dan pihak berwenang, terutama dengan meningkatnya potensi bahaya yang ditimbulkan oleh aktivitas vulkanik ini.
1. Ciri Kolom Abu dan Dampaknya terhadap Lingkungan Sekitar
Dalam pantauan petugas PGA Gunung Marapi, kolom abu yang teramati berwarna kelabu dengan intensitas yang bervariasi. Abu vulkanik ini menyebar ke arah timur laut dengan kepadatan sedang hingga tebal. Meskipun kolom abu yang tercatat tidak setinggi erupsi sebelumnya, tetap saja keberadaannya menambah kekhawatiran akan dampak yang ditimbulkan, terutama terhadap kesehatan masyarakat dan aktivitas di sekitar kawasan gunung.
Erupsi ini juga terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum sebesar 1,6 milimeter, yang menunjukkan intensitas cukup tinggi meskipun durasinya terbilang singkat. Berdasarkan data yang ada, aktivitas vulkanik Gunung Marapi terus berada dalam pantauan intensif oleh pihak berwenang untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
2. Sejarah Erupsi Gunung Marapi dan Dampaknya
Gunung Marapi, yang memiliki ketinggian 2.891 meter di atas permukaan laut (mdpl), telah beberapa kali menunjukkan aktivitas vulkanik yang signifikan. Pada Selasa malam sebelumnya, 1 April 2025, gunung ini juga mengalami letusan pada pukul 22.33 WIB. Walaupun kali ini kolom abu tidak teramati, erupsi tersebut cukup terasa karena disertai dentuman keras yang terdengar di beberapa daerah sekitar, seperti Kabupaten Tanah Datar dan Nagari Padang Lua di Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam. Dentuman keras ini menambah kekhawatiran masyarakat, meskipun tidak ada laporan kerusakan yang signifikan.
Letusan ini juga terekam pada seismogram dengan amplitudo 30,6 milimeter dan berdurasi 34 detik. Hal ini menunjukkan bahwa Gunung Marapi masih aktif dan perlu diwaspadai potensi erupsi lebih besar yang dapat terjadi kapan saja. Erupsi ini juga mengingatkan kita pada betapa pentingnya kesiapsiagaan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan rawan bencana vulkanik.
3. Status Waspada dan Langkah Mitigasi Bencana
Menurut informasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), saat ini status Gunung Marapi berada pada Level II atau Waspada. Status ini menunjukkan bahwa potensi aktivitas vulkanik masih tinggi, meskipun tidak dalam kondisi yang sangat berbahaya. Dengan adanya status ini, PVMBG mengeluarkan sejumlah rekomendasi untuk masyarakat dan pihak terkait guna mengurangi risiko yang bisa terjadi akibat erupsi.
Di antaranya, PVMBG mengimbau agar masyarakat dan wisatawan tidak memasuki atau beraktivitas dalam radius tiga kilometer dari puncak Gunung Marapi, terutama di area sekitar Kawah Verbeek, yang merupakan titik pusat dari erupsi tersebut. Selain itu, mereka yang tinggal di kawasan lembah dan bantaran sungai yang berhulu di Gunung Marapi diminta untuk selalu waspada terhadap potensi bahaya banjir lahar hujan, yang dapat terjadi terutama selama musim hujan.
4. Pentingnya Kewaspadaan dan Peran Masyarakat dalam Mitigasi
Selain imbauan dari PVMBG, kewaspadaan masyarakat sangat diperlukan untuk menghindari bahaya yang lebih besar. Aktivitas vulkanik seperti erupsi Gunung Marapi bisa terjadi kapan saja dan mempengaruhi kehidupan banyak orang. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu, terutama yang tinggal di daerah sekitar, untuk terus mengikuti perkembangan informasi mengenai status gunung dan mengambil langkah-langkah mitigasi yang tepat.
Misalnya, memastikan untuk tidak mendekati area berbahaya, mempersiapkan evakuasi jika diperlukan, serta menjaga kebersihan dan kesehatan dari dampak abu vulkanik yang bisa memengaruhi pernapasan. Dalam situasi seperti ini, peran pemerintah dan masyarakat dalam menjaga komunikasi dan koordinasi sangat krusial untuk meminimalkan dampak bencana.