Waspada Modus Penipuan Social Engineering, Nasabah Bank Masih Jadi Sasaran Empuk

Kuatbaca.com - Di era digital seperti sekarang, kejahatan siber semakin marak dengan berbagai metode yang terus berkembang. Salah satu modus yang paling sering digunakan adalah rekayasa sosial atau social engineering, di mana pelaku memanipulasi psikologi korban untuk mendapatkan data pribadi yang sangat penting. Data tersebut mencakup nomor kartu debit atau kredit, tanggal kadaluarsa, PIN, hingga kode rahasia seperti CVV/CVC dan OTP.
Modus ini memanfaatkan kepercayaan korban terhadap institusi keuangan, seperti bank, dengan menyamar sebagai pihak resmi melalui pesan singkat, telepon, atau bahkan email. Penipu biasanya akan meminta korban untuk mengakses tautan tertentu atau mengunduh aplikasi yang mirip dengan aplikasi asli bank. Tanpa disadari, korban memberikan akses kepada pelaku untuk mencuri informasi pribadi mereka.
1. Aplikasi Palsu dan Tautan Pancingan, Senjata Utama Para Penipu
Salah satu trik yang paling umum digunakan dalam social engineering adalah mengirimkan tautan berbahaya yang terlihat seolah berasal dari institusi resmi. Ketika tautan ini dibuka, korban akan diarahkan ke halaman palsu yang sangat menyerupai situs asli bank. Bahkan, beberapa pelaku lebih canggih dengan menyertakan aplikasi tiruan (fake apps) yang tersedia di luar platform resmi seperti Google Play Store atau App Store.
Ketika korban mengunduh aplikasi tersebut dan melakukan login, maka semua data yang dimasukkan akan tersimpan dan bisa diakses oleh pelaku. Inilah mengapa banyak nasabah yang akhirnya kehilangan dana dari rekeningnya tanpa menyadari bagaimana proses pencurian itu terjadi.
2. Modus Penipuan Quid Pro Quo dan Phishing Lewat Email
Selain lewat tautan dan aplikasi palsu, pelaku juga menggunakan pendekatan "Quid Pro Quo", di mana mereka menawarkan bantuan atau layanan tertentu secara cuma-cuma sebagai imbalan atas informasi pribadi korban. Modus ini biasanya dilakukan melalui sambungan telepon, di mana pelaku akan berbicara layaknya petugas resmi dan meyakinkan korban untuk mengikuti instruksinya.
Tak hanya itu, metode phishing melalui surat elektronik (email) juga masih banyak digunakan. Pelaku akan mengirimkan email yang tampak resmi, lengkap dengan logo dan gaya bahasa khas bank. Di dalam email tersebut, biasanya terdapat permintaan untuk memperbarui data atau melakukan verifikasi akun dengan mengklik tautan tertentu. Sayangnya, tautan ini justru mengarah ke situs palsu yang siap mencuri data korban.
3. Tips Menghindari Penipuan Digital: Jangan Asal Klik!
Menghadapi maraknya penipuan siber, masyarakat dituntut untuk lebih waspada dan tidak gegabah. Beberapa langkah preventif yang bisa dilakukan antara lain:
- Jangan pernah mengklik tautan dari nomor atau email yang tidak dikenal, apalagi jika isi pesannya mencurigakan atau mendesak.
- Pastikan hanya mengunduh aplikasi resmi dari toko aplikasi terpercaya seperti Google Play Store atau Apple App Store.
- Jaga kerahasiaan semua data pribadi, termasuk OTP, nomor kartu, PIN, CVV/CVC, dan informasi sensitif lainnya.
- Biasakan untuk selalu melakukan verifikasi dengan menghubungi call center resmi bank jika menerima tawaran atau permintaan yang mencurigakan.
Sikap hati-hati adalah kunci utama dalam menjaga keamanan finansial di era digital. Jangan mudah tergoda dengan janji-janji palsu atau ancaman dari pihak yang mengaku sebagai instansi resmi.
4. Pentingnya Edukasi dan Literasi Digital di Kalangan Masyarakat
Kasus penipuan berbasis rekayasa sosial bisa terjadi kepada siapa saja—baik anak muda maupun orang tua—terutama jika belum memiliki pemahaman yang cukup mengenai keamanan digital. Oleh karena itu, penting bagi institusi keuangan dan pemerintah untuk terus mengedukasi masyarakat tentang bahaya social engineering dan cara menghindarinya.
Bank Mandiri, misalnya, terus mengampanyekan pentingnya menjaga data pribadi dan meningkatkan kesadaran digital melalui berbagai saluran, termasuk media sosial resmi dan kerja sama dengan lembaga edukatif. Edukasi yang berkelanjutan diharapkan mampu mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan siber dan memperkuat perlindungan konsumen.