Tambang di Pulau Kecil: Ancaman Nyata bagi Ekosistem Laut Raja Ampat

12 June 2025 08:46 WIB
hutan-di-pulau-gag-papua-barat-gundul-imbas-tambang-nikel_169.jpeg

Kuatbaca - Aktivitas pertambangan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil kembali menjadi sorotan, terutama setelah munculnya rencana eksplorasi di wilayah sensitif seperti Raja Ampat. Kawasan yang dikenal sebagai surga biodiversitas laut itu kini terancam oleh sedimentasi dan degradasi lingkungan akibat pembukaan tambang di sejumlah pulaunya.

Pulau Sangat Kecil, Risiko Sangat Besar

Lima pulau di Raja Ampat yang kini menjadi area pertambangan termasuk dalam kategori tiny island atau pulau sangat kecil. Istilah ini merujuk pada klasifikasi menurut Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) yang menempatkan pulau-pulau tersebut dalam posisi ekologis yang sangat rentan.

Pulau-pulau dengan ukuran terbatas seperti ini memiliki kemampuan adaptasi lingkungan yang minim ketika menghadapi gangguan besar seperti pertambangan. Begitu sistem ekologinya terganggu, pemulihannya bisa memakan waktu lama atau bahkan tidak bisa pulih sama sekali.

UU Melarang Tambang, Tapi Kenyataannya Berbeda

Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, telah ditegaskan bahwa pertambangan bukanlah prioritas dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil. Bahkan, dalam beberapa kondisi yang menyebabkan kerusakan lingkungan atau dampak sosial, aktivitas tambang bisa dilarang sepenuhnya.

Sayangnya, pelaksanaan di lapangan seringkali tidak sejalan dengan semangat perlindungan lingkungan yang tertuang dalam perundangan. Tambang tetap berjalan, izin tetap keluar, meskipun potensi kerusakan ekologis dan konflik sosial telah terlihat jelas.

Sedimentasi, Bahaya yang Tak Terlihat Tapi Mematikan

Salah satu dampak langsung dari aktivitas tambang di pulau kecil adalah sedimentasi. Hujan yang mengguyur area bekas tambang akan membawa butiran tanah dan lumpur ke laut. Sedimen ini kemudian menyebar dan menutup permukaan terumbu karang, padang lamun, serta berbagai ekosistem penting lainnya.

Terumbu karang yang tertutup sedimen akan kesulitan melakukan fotosintesis, sementara lamun bisa mati perlahan karena sinar matahari tak lagi menjangkau dasar laut. Hal ini pada akhirnya akan berdampak langsung terhadap populasi ikan dan makhluk laut lainnya yang bergantung pada ekosistem tersebut.

Dampak dari kerusakan ekosistem tidak hanya berimbas pada alam, tetapi juga pada manusia. Pesisir adalah rumah bagi siklus hidup berbagai spesies ikan, termasuk tempat pemijahan dan pembesaran. Jika rusak, maka produktivitas laut akan menurun drastis.

Nelayan lokal, yang bergantung pada hasil tangkapan di sekitar pesisir, akan menjadi korban pertama. Tak hanya kehilangan mata pencaharian, mereka juga harus berhadapan dengan perubahan sosial dan ekonomi yang tidak mudah ditanggulangi.

Salah satu masalah utama dalam penanganan izin pertambangan di pulau kecil adalah tumpang tindih kewenangan. Dalam sistem perizinan berbasis Online Single Submission (OSS), kawasan hutan yang menjadi lokasi tambang hanya bisa diberikan izinnya oleh Kementerian Kehutanan. Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hanya berwenang pada wilayah non-hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL).

Kondisi ini membuat KKP tidak bisa secara penuh mengawasi dan mengendalikan pertambangan yang berdampak pada wilayah laut, meskipun mereka adalah pihak yang paling memahami ekosistem kelautan. Oleh karena itu, perlu adanya harmonisasi antarinstansi agar proses perizinan tidak berjalan sendiri-sendiri dan justru merugikan alam.

Menyadari potensi kerusakan yang sangat besar, KKP berencana untuk meninjau ulang regulasi yang mengatur tambang di pulau-pulau kecil. Tujuannya adalah menciptakan proses perizinan yang lebih jelas, tegas, dan sinkron antara berbagai kementerian yang terlibat.

Dengan regulasi yang lebih kuat dan terkoordinasi, diharapkan tidak ada lagi celah hukum yang bisa dimanfaatkan untuk mengeksploitasi pulau-pulau kecil. Pulau-pulau seperti yang ada di Raja Ampat harus dilihat sebagai aset ekologis jangka panjang, bukan ladang eksploitasi jangka pendek.

Fenomena Terkini






Trending