Sri Mulyani Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025

2 July 2025 10:52 WIB
momen-sri-mulyani-ungkap-defisit-anggaran-rp-21-triliun-1750162634145_43.jpeg

Kuatbaca.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan revisi terbaru proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025. Dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI pada Selasa, 1 Juli 2025, Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya akan berada di kisaran 4,7% hingga 5%, turun dari asumsi awal sebesar 5,2%. Penurunan ini menjadi sinyal penting terkait dinamika kondisi ekonomi yang cukup menantang tahun ini.

Menurut Sri Mulyani, penyesuaian ini sejalan dengan berbagai prediksi dari lembaga internasional yang juga menempatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 4,7%. "Kami terus melakukan berbagai langkah mitigasi agar pertumbuhan ekonomi tetap dapat mendekati atau bahkan mencapai angka 5 persen," ujar Sri Mulyani. Meski begitu, pemerintah tetap optimistis dan berupaya menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.

1. Penerimaan Pajak Tahun 2025 Diproyeksikan Turun, Target Tak Terpenuhi

Salah satu faktor utama yang menyebabkan proyeksi ekonomi dipangkas adalah realisasi penerimaan pajak yang diperkirakan tidak akan mencapai target APBN 2025. Sri Mulyani menjelaskan bahwa penerimaan pajak sepanjang tahun ini hanya akan mencapai sekitar 94,9% dari target, yakni sekitar Rp 2.076,9 triliun dari target Rp 2.189,3 triliun.

Ia menuturkan, meskipun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berusaha keras mempertahankan pertumbuhan penerimaan sebesar 7,5%, beberapa faktor eksternal dan internal membuat target tersebut sulit tercapai. "Tingginya angka restitusi pajak, pelemahan ekonomi nasional, serta batalnya kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang sebelumnya diharapkan bisa menambah penerimaan hingga Rp 71 triliun," jelas Sri Mulyani.

2. Harga Minyak dan Dividen BUMN Berkontribusi pada Defisit Anggaran

Selain faktor penerimaan pajak, menurunnya harga minyak dan gas bumi juga berkontribusi terhadap pelebaran defisit anggaran. Harga minyak yang cenderung turun sepanjang semester pertama 2025 berdampak pada penerimaan negara dari sektor migas. Sri Mulyani juga mengungkapkan adanya perubahan alokasi dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang kini disetorkan ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), sehingga berkurang sekitar Rp 80 triliun dari kas negara.

Hal ini turut memengaruhi kondisi fiskal dan membuat pemerintah harus mengatur ulang strategi pembiayaan dan pengelolaan anggaran. "Perubahan mekanisme dividen BUMN ini cukup signifikan dan harus diperhitungkan dalam pengelolaan APBN," ujarnya.

3. Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah Masih Dalam Kendali

Mengenai kondisi makro lainnya, pemerintah memperkirakan inflasi pada semester II 2025 akan berada di kisaran 2,2% hingga 2,6%, sedikit lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya namun masih dalam batas yang terjaga. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan bergerak di rentang Rp 16.300 hingga Rp 16.800 per dolar AS.

Sementara itu, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) diprediksi tetap berada di sekitar level 7%, yang menurut Sri Mulyani cukup sehat sebagai indikator stabilitas pasar keuangan. "Kami optimis kondisi makroekonomi dapat tetap terkendali meskipun menghadapi sejumlah tantangan," tambahnya.

4. Outlook Harga Minyak dan Produksi Migas Tahun 2025

Sri Mulyani juga memaparkan prospek harga minyak dunia yang masih cukup dinamis di tengah ketegangan geopolitik Timur Tengah, khususnya pasca insiden pengeboman di Iran yang sempat membuat harga minyak melonjak. Namun, pemerintah memproyeksikan harga minyak akan bergerak di kisaran US$ 66 sampai US$ 94 per barel dengan harapan situasi geopolitik tetap kondusif.

Untuk produksi migas, pemerintah menetapkan target lifting minyak antara 593 ribu hingga 597 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi sekitar 976 ribu hingga 980 ribu barel setara minyak per hari. Target tersebut diharapkan bisa memberikan kontribusi positif terhadap penerimaan negara dan ketahanan energi nasional.

"APBN 2025 ini sangat dinamis karena banyak faktor yang memengaruhi, mulai dari penerimaan pajak yang sulit capai target, harga minyak yang fluktuatif, hingga perubahan mekanisme dividen BUMN. Namun kami tetap optimis dapat menjaga pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,7-5% dan inflasi tetap terkendali. Ini jadi tantangan sekaligus motivasi untuk memperkuat ekonomi Indonesia." Sri Mulyani.

Fenomena Terkini






Trending