Kuatbaca - Setelah sempat melalui proses perbaikan, Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik kini kembali beroperasi lebih cepat dari jadwal yang ditetapkan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pun memberikan apresiasi atas keberhasilan tersebut, melihatnya sebagai sinyal positif dari keseriusan industri tambang nasional dalam mendukung program hilirisasi sumber daya mineral.
Smelter yang terletak di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik semula direncanakan beroperasi kembali pada pertengahan Juni 2025. Namun, proses perbaikan dan pemulihan sistem berhasil dirampungkan lebih cepat dari rencana. Sejak pertengahan Mei, fasilitas ini sudah mulai aktif dengan tingkat operasional awal mencapai lebih dari 40 persen. Kecepatan ini menjadi indikator kemampuan teknis dan manajerial PTFI dalam menangani tantangan operasional secara efisien.
Dalam rangka meninjau langsung kesiapan smelter menuju produksi penuh, pemerintah melalui Kemenko Perekonomian menggelar kunjungan resmi ke fasilitas tersebut. Didampingi berbagai kementerian terkait, para delegasi meninjau beberapa titik vital seperti instalasi pembersihan gas (Common Gas Cleaning Plant), pabrik asam sulfat (Sulphuric Acid Plant), hingga pusat kendali operasional (Central Control Building).
Kegiatan ini tak sekadar simbolis. Kehadiran lintas kementerian, termasuk Kementerian ESDM, Keuangan, Perindustrian, Investasi, hingga BUMN, menunjukkan bahwa smelter ini menjadi proyek strategis nasional yang mendapat pengawasan ketat dari pemerintah pusat.
Saat ini, Smelter Freeport tengah memasuki fase peningkatan kapasitas atau ramp-up, yakni fase bertahap dalam menggenjot volume produksi dari 40 persen menuju 100 persen. Targetnya, pada Desember 2025 smelter ini bisa beroperasi penuh sesuai kapasitas desainnya. Proses ini akan berlangsung melalui tahapan teknis yang ketat, memastikan bahwa seluruh sistem bekerja optimal dan aman, tanpa hambatan yang berarti.
Kesiapan infrastruktur dan tim operasional menjadi dua kunci utama dalam keberhasilan ramp-up ini. Dengan investasi teknologi dan sumber daya manusia yang mumpuni, smelter ini diharapkan dapat mencapai target sesuai tenggat waktu.
Pengoperasian kembali smelter ini bukan hanya tentang kembali berjalannya lini produksi. Lebih dari itu, langkah ini menjadi cermin keberhasilan strategi hilirisasi yang digaungkan pemerintah sejak beberapa tahun terakhir. Dengan memproses hasil tambang di dalam negeri, Indonesia bukan hanya menjual bahan mentah, tapi juga menciptakan nilai tambah dan membuka peluang industri turunan yang lebih luas.
Hilirisasi mineral, khususnya tembaga, emas, dan logam lainnya, menjadi salah satu pilar penting dalam membangun ketahanan ekonomi nasional. Smelter Freeport di Gresik adalah satu dari sedikit contoh konkret bagaimana sektor swasta berperan aktif dalam menjalankan mandat pembangunan industri dari hulu ke hilir.
Di balik keberhasilan pengoperasian kembali smelter ini, terlihat sinergi kuat antara pemerintah dan pelaku industri. PTFI sendiri menyatakan komitmennya untuk terus mendukung agenda hilirisasi sebagai bagian dari visi besar pemerintah dalam membangun ekosistem industri yang mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan.
Langkah PTFI ini juga menandakan bahwa transformasi industri pertambangan bukan sekadar retorika. Saat sektor swasta mampu menjawab tantangan dengan kerja nyata, maka kolaborasi lintas sektor seperti ini akan membawa Indonesia menuju posisi yang lebih kuat dalam rantai pasok global.
Keberhasilan ini tentu saja tidak boleh berhenti pada seremoni dan euforia sesaat. Pemerintah diharapkan terus memastikan bahwa target produksi tercapai sesuai rencana. Pengawasan dari Kementerian ESDM dan lembaga teknis lainnya tetap menjadi krusial, agar potensi kendala teknis maupun administratif dapat diantisipasi sedini mungkin.
Jika proses ramp-up berjalan mulus, maka Desember 2025 akan menjadi tonggak penting dalam sejarah industri pengolahan mineral Indonesia. Smelter Freeport bukan hanya simbol hilirisasi, tetapi juga penanda bahwa Indonesia siap menjadi pemain utama dalam industri logam dunia.