Skandal Besar Beras Oplosan Terungkap: Negara Dirugikan Hingga Rp 10 Triliun!

Kuatbaca.com - Kasus pengoplosan beras subsidi pemerintah akhirnya terbongkar. Praktik ilegal ini ternyata telah berlangsung dalam waktu lama dan menyebabkan kerugian negara yang tidak sedikit. Dalam investigasi bersama lintas lembaga, ditemukan bahwa sebagian besar beras subsidi justru dijual dalam bentuk beras premium, mengakibatkan kerugian yang ditaksir mencapai triliunan rupiah.
1. Modus Pengoplosan Beras Subsidi Terbongkar
Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan Polri, Kementerian Perdagangan, serta Badan Pangan Nasional (Bapanas) melakukan investigasi langsung ke lapangan terkait distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Hasil dari pengecekan ini sangat mengejutkan: sekitar 80% dari beras SPHP yang seharusnya dipajang di outlet, justru dibongkar dan dijual ulang sebagai beras premium dengan harga jauh lebih tinggi.
Beras SPHP yang disubsidi negara seharusnya dijual dengan harga terjangkau untuk masyarakat, terutama di masa-masa rawan inflasi dan kenaikan harga pangan. Namun, praktik pengoplosan ini telah mengkhianati tujuan mulia dari program tersebut.
Menteri Pertanian mengungkapkan bahwa dari hasil pemantauan, hanya sekitar 20% yang benar-benar dipajang sesuai ketentuan. Sementara itu, sisanya dioplos dan dijual dengan harga lebih tinggi, dengan selisih mencapai Rp 2.000–Rp 3.000 per kilogram.
2. Kerugian Negara Mencapai Rp 10 Triliun dalam Lima Tahun
Dari hitung-hitungan yang dilakukan pihak Kementan, praktik oplosan ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp 2 triliun setiap tahunnya. Jika ditotal dalam kurun waktu lima tahun, angka kerugiannya menyentuh Rp 10 triliun—sebuah angka yang mencerminkan lemahnya pengawasan distribusi pangan bersubsidi selama ini.
Pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 1.500 per kilogram untuk beras SPHP, namun para pelaku nakal memanfaatkan kesempatan ini untuk mengeruk untung lebih dengan menjualnya kembali sebagai beras premium. Selisih harga yang besar inilah yang merugikan negara dan juga konsumen.
Meskipun pengungkapan kasus ini sangat berat secara politis dan institusional, Menteri Pertanian menegaskan pihaknya siap menanggung segala risiko demi transparansi dan keadilan bagi masyarakat. Langkah ini menjadi bukti bahwa kementeriannya serius dalam memberantas praktik-praktik kecurangan dalam distribusi pangan.
3. Beras Oplosan Tersebar di Ritel Modern dan Minimarket
Skandal ini makin mengkhawatirkan setelah diketahui bahwa beras oplosan tersebut sempat menyebar luas di berbagai minimarket dan supermarket ternama. Sampel yang diambil oleh pihak kementerian dari beberapa titik menunjukkan adanya praktik pencampuran yang merugikan konsumen.
Distribusi beras bersubsidi yang seharusnya menjangkau kalangan bawah justru berakhir di rak-rak premium dengan kemasan menarik dan harga tinggi. Ironisnya, banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa beras yang mereka beli sebenarnya adalah hasil oplosan dari beras subsidi.
Setelah temuan ini diungkap ke publik, beberapa jaringan ritel modern langsung menarik peredaran beras oplosan tersebut dari pasaran. Langkah cepat ini menjadi indikasi bahwa praktik ini sudah sangat luas namun bisa ditekan bila ada pengawasan ketat dan transparansi di lapangan.
4. Harapan Baru: Penertiban dan Penindakan Terus Dilakukan
Dengan terbongkarnya skandal ini, masyarakat berharap pemerintah dapat bergerak cepat dan tegas untuk melakukan pembersihan total di seluruh rantai distribusi pangan bersubsidi. Praktik curang seperti ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap program-program pemerintah yang bertujuan menyejahterakan rakyat.
Langkah penindakan yang dilakukan Kementan dan Satgas Pangan diharapkan tidak berhenti pada satu kasus saja. Pemeriksaan rutin, audit menyeluruh terhadap distributor dan ritel, serta pelibatan masyarakat dalam pelaporan penyimpangan perlu diperkuat.
Masyarakat sebagai konsumen juga harus lebih cermat dalam memilih produk pangan. Edukasi soal kualitas beras, label subsidi, dan harga wajar harus disosialisasikan lebih luas agar tidak mudah tertipu dengan kemasan premium yang menutupi praktik curang di baliknya.
Kasus beras oplosan yang merugikan negara hingga Rp 10 triliun adalah tamparan keras bagi sistem pengawasan pangan nasional. Keterlibatan berbagai lembaga negara dan respons cepat dari pelaku ritel menunjukkan bahwa masalah ini serius dan memerlukan penanganan lintas sektor. Ke depannya, transparansi, pengawasan, dan partisipasi publik menjadi kunci utama untuk menjaga keadilan dalam distribusi pangan bersubsidi.