RUPTL 2025–2034 Jadi Bukti Komitmen Prabowo Bangun Ekonomi Hijau dan Berkelanjutan

Kuatbaca.com - Pemerintah kembali menunjukkan keseriusannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi hijau dengan mengesahkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034. Dalam rencana jangka panjang ini, sekitar 69,5 gigawatt kapasitas listrik baru akan dibangun, dan menariknya, sekitar 76% dari kapasitas itu berasal dari Energi Baru dan Terbarukan (EBET). Ini menjadi penanda penting bahwa era transisi energi di Indonesia tidak hanya berjalan, tapi sedang dikebut.
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menyampaikan pandangannya bahwa langkah ini merupakan bukti nyata Presiden Prabowo Subianto ingin meletakkan dasar ekonomi nasional berbasis keberlanjutan. Tidak hanya mengejar pertumbuhan, tapi juga menjamin lingkungan hidup dan ketahanan energi nasional di masa depan.
1. Target EBET Ambisius: 28 GW pada 2029, 41,6 GW pada 2034
Dalam RUPTL terbaru, target pembangunan pembangkit energi terbarukan bukanlah angka kecil. Pemerintah menetapkan target kapasitas EBET sebesar 28 GW hingga tahun 2029, dan meningkat lagi menjadi 41,6 GW pada tahun 2034. Ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan agenda transisi energi paling progresif di Asia Tenggara.
Namun, Eddy mengingatkan bahwa capaian target ambisius ini akan menuntut sinergi lintas sektor. Mulai dari dukungan regulasi yang matang, teknologi yang mumpuni, pembiayaan yang cukup, hingga koordinasi yang solid antara pemerintah pusat, daerah, BUMN, dan sektor swasta. Semua pihak harus berjalan dalam arah yang sama untuk memastikan keberhasilan transformasi ini.
2. Manfaat Strategis Transisi Energi Bagi Indonesia
Transisi menuju EBET tidak hanya sekadar menyelamatkan bumi dari krisis iklim, tetapi juga membawa beragam keuntungan strategis bagi Indonesia. Eddy menjelaskan bahwa melalui langkah ini, negara bisa mengurangi ketergantungan pada energi impor seperti BBM, LPG, solar dan minyak tanah yang menguras devisa negara.
Selain itu, program besar ini dapat menciptakan lapangan kerja baru dalam jumlah besar, serta membuka peluang untuk transfer teknologi dari luar negeri ke dalam negeri. Indonesia juga berpeluang besar mengembangkan sektor industri pendukung, seperti panel surya, baterai, kabel, dan komponen teknologi lainnya. Inilah momen emas untuk membangun kemandirian industri energi hijau nasional.
“Pokoknya, ‘pesta EBET’ ini harus benar-benar dirasakan manfaatnya oleh tenaga kerja dan industri dalam negeri kita,” tegas Eddy.
3. PLN Didorong Libatkan Swasta dan Investor Asing
Nilai investasi untuk mewujudkan pembangunan EBET dalam RUPTL 2025–2034 diperkirakan mencapai hampir Rp 3.000 triliun. Jumlah ini sangat besar dan membutuhkan keterlibatan sektor swasta secara aktif, baik dari dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, Eddy mendorong agar PLN proaktif dalam menawarkan proyek-proyek EBET kepada investor dan lembaga keuangan global.
Dengan menggandeng investor swasta, PLN bisa lebih fokus pada tugas pelayanan publik seperti pembangunan jaringan transmisi listrik, gardu induk, dan listrik desa, yang nilainya sendiri mencapai lebih dari Rp 500 triliun. Dengan sinergi ini, akselerasi elektrifikasi dan dekarbonisasi bisa dilakukan bersamaan secara efisien.
4. Harapan Terhadap RUU EBET dan Kepemimpinan Indonesia di Masa Depan
Sebagai penutup, Eddy menyampaikan harapannya agar Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) bisa segera disahkan dalam masa persidangan mendatang. Pengesahan ini penting untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi pengembangan energi terbarukan secara berkelanjutan.
Ia juga optimis bahwa Indonesia punya peluang besar untuk menjadi pemimpin global di sektor energi bersih dan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Kepemimpinan Presiden Prabowo yang menunjukkan keberanian dalam mengambil keputusan besar seperti RUPTL 2025–2034 ini dianggap sebagai langkah awal yang menjanjikan.
“Saya sangat optimis bahwa ke depan, Indonesia bisa menjadi global leader baik dalam pengelolaan krisis iklim, maupun di sektor pengembangan energi terbarukan,” pungkas Eddy Soeparno.