Rencana Prabowo Hapus Kuota Impor, Pengusaha Tekstil: Bisa-Bisa 70% Beralih Jadi Pedagang

1. Rencana Prabowo Hapus Kuota Impor, Industri Tekstil Angkat Suara
Kuatbaca.com - Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus sistem kuota impor barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak menuai reaksi keras dari pelaku industri, khususnya sektor tekstil. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ian Syarif, menyatakan bahwa kebijakan tersebut bisa membawa dampak serius terhadap industri tekstil dalam negeri. Menurutnya, tanpa perlindungan melalui kuota, pasar Indonesia akan dibanjiri barang impor murah yang membuat industri lokal tak lagi kompetitif.
2. 70% Pelaku Industri Tekstil Diprediksi Akan Menyerah
Ian memprediksi bahwa sekitar 70% pelaku industri tekstil akan beralih profesi, meninggalkan kegiatan produksi dan memilih menjadi pedagang. Menurutnya, tekanan akibat masuknya produk impor dalam jumlah besar akan membuat pelaku industri tidak lagi mampu bersaing secara harga dan efisiensi.
“Industri bisa pelan-pelan ditinggalkan. Banyak yang nanti lebih memilih jadi pedagang, karena lebih simpel, lebih cepat untung, dan tidak butuh investasi besar seperti membangun pabrik,” ujar Ian dalam diskusi Forum Wartawan Perindustrian di Jakarta.
3. Pedagang VS Industri: Ketimpangan Regulasi Jadi Masalah Utama
Salah satu hal yang disoroti Ian adalah ketimpangan regulasi antara membuka bisnis perdagangan dan mendirikan industri manufaktur. Menurutnya, mendirikan pabrik bisa memakan waktu hingga dua tahun karena birokrasi dan perizinan yang kompleks, sementara membuka usaha dagang bahkan bisa dilakukan dari virtual office dalam waktu singkat.
“API pernah mengajukan pertanyaan, kenapa bikin virtual office boleh dan cepat, tapi bikin industri begitu susah? Ini yang membuat banyak orang enggan investasi di sektor produksi,” tambahnya.
4. Kebijakan Pemerintah Dinilai Kurang Mendukung Industri Lokal
Selain rencana penghapusan kuota impor, Ian juga mengkritisi beberapa kebijakan pemerintah yang dinilainya tidak mendukung kelangsungan industri tekstil. Salah satunya adalah kebijakan yang membolehkan Tenaga Kerja Wanita (TKW) membawa barang senilai US$ 1.400, yang kerap dimanfaatkan untuk membawa produk tekstil dari luar negeri.
Fenomena jasa titip (jastip) juga kembali marak, meski sempat dibatasi. Ian menilai, jastip membuat pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) lokal terjepit karena produk mereka kalah saing dengan barang impor murah yang masuk secara informal dan tidak melalui jalur resmi.
5. Jastip dan TikTok Shop Dinilai Bunuh UKM Kreatif
Ian mengungkapkan bahwa sekarang banyak jastiper yang menjual barang secara online melalui platform seperti TikTok, dan hal itu memberikan dampak buruk pada pelaku industri kreatif lokal. UKM yang awalnya mulai memproduksi barang sendiri kini banyak yang beralih jadi penjual barang impor karena dinilai lebih cepat dan menguntungkan.
“Industri kreatif yang awalnya bikin-bikin barang untuk pasar lokal akhirnya mundur dan memilih jadi penjual saja. Ini kan ironis, padahal mereka bagian dari tulang punggung ekonomi nasional,” jelasnya.
6. Prabowo Ingin Iklim Usaha Lebih Bebas dan Mudah
Presiden Prabowo sendiri menyampaikan bahwa rencana penghapusan kuota impor ini ditujukan untuk menyederhanakan birokrasi dan memberi kebebasan lebih kepada pelaku usaha. Dalam pernyataannya, Prabowo menilai bahwa selama ini sistem kuota justru menimbulkan banyak kendala dalam dunia usaha dan menghambat arus barang, terutama untuk produk-produk yang berhubungan dengan kebutuhan dasar masyarakat.
“Yang penting siapa yang mampu impor, silakan. Bebas. Tidak usah dibatasi kuota-kuota,” tegas Prabowo dalam Sarasehan Ekonomi di Jakarta Selatan.
7. Tujuan Prabowo: Dorong Dunia Usaha, Asal Bayar Pajak dan Ciptakan Lapangan Kerja
Menurut Prabowo, selama pelaku usaha membayar pajak dengan benar dan menciptakan lapangan kerja, negara tidak perlu membatasi mereka dengan terlalu banyak aturan. Kebijakan ini diharapkan bisa menjadi angin segar bagi dunia usaha, khususnya untuk pemenuhan bahan baku dan kebutuhan pokok yang selama ini masih tergantung dari impor.
8. Risiko Kebijakan Bebas Impor: Produktivitas Lokal Bisa Terganggu
Meskipun tujuannya adalah mempermudah arus barang dan iklim usaha, penghapusan kuota impor juga menyimpan risiko besar terhadap produktivitas dalam negeri. Tanpa adanya perlindungan yang memadai, industri-industri lokal seperti tekstil bisa tergeser oleh barang-barang impor murah, baik legal maupun ilegal. Jika tidak diimbangi dengan kebijakan afirmatif untuk pelaku usaha dalam negeri, hal ini bisa menciptakan lonjakan pengangguran dan deindustrialisasi dini.
Tantangan Menanti di Balik Kebijakan Impor Bebas
Langkah Presiden Prabowo untuk menghapus kuota impor memang bisa mendorong efisiensi dan kemudahan dalam bisnis, namun di sisi lain juga berpotensi mengancam kelangsungan industri lokal, terutama yang selama ini bergantung pada perlindungan pasar dalam negeri. Tanpa adanya regulasi penyeimbang, kebijakan ini bisa menggeser posisi Indonesia dari negara industri menuju negara pedagang, yang tidak menciptakan nilai tambah, melainkan hanya menjual kembali produk luar negeri.