Pertamina Siapkan Rute Alternatif Antisipasi Penutupan Selat Hormuz oleh Iran

Kuatbaca.com - PT Pertamina (Persero) menyatakan kesiapan menghadapi rencana Iran yang berpotensi menutup Selat Hormuz akibat serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir negara tersebut. Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran strategis yang dilalui sekitar 20 persen volume minyak mentah dunia setiap harinya. Penutupan jalur ini tentu dapat mengganggu rantai pasok minyak global dan berimbas pada harga energi dunia.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa Pertamina sudah mengantisipasi potensi gangguan tersebut. Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah mengamankan kapal-kapal milik Pertamina dan mengalihkan rute pelayaran ke jalur alternatif yang lebih aman, seperti melewati wilayah perairan Oman dan India. Dengan langkah ini, Pertamina berharap pasokan minyak nasional tetap terjaga meskipun kondisi geopolitik semakin memanas.
1. Dampak Potensial Penutupan Selat Hormuz terhadap Pasokan Minyak Dunia
Selat Hormuz menjadi jalur ekspor utama bagi negara-negara penghasil minyak di kawasan Teluk Persia seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak, dan Kuwait. Jalur yang hanya selebar sekitar 33 kilometer di titik tersempit ini mengalirkan sekitar 18 juta barel minyak mentah setiap hari atau setara dengan 20 persen kebutuhan dunia.
Penutupan selat ini berpotensi menyebabkan gangguan besar pada distribusi minyak global. Hal tersebut bisa memicu kenaikan harga minyak secara tajam karena pasokan menjadi terbatas. Dampak ini tidak hanya dirasakan di sektor energi saja, melainkan juga berimbas pada perekonomian dunia secara luas, terutama pada inflasi dan biaya produksi di berbagai industri.
2. Pengaruh Penutupan Selat terhadap Stabilitas Ekonomi dan Perdagangan Global
Jika jalur perdagangan minyak ini diblokir, bukan hanya harga energi yang akan naik, tetapi juga muncul risiko gangguan pada perdagangan global. Kenaikan harga minyak berdampak pada biaya produksi dan distribusi barang secara keseluruhan, sehingga inflasi dunia berpotensi melonjak. Selain itu, jalur pasok bahan baku dan barang jadi menjadi terhambat, menimbulkan tekanan pada rantai pasok global.
Situasi ini dapat menimbulkan ketegangan geopolitik lebih lanjut dan meningkatkan potensi konfrontasi militer di wilayah tersebut. Risiko konflik ini juga dapat memperburuk ketidakpastian ekonomi global, yang secara langsung akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi berbagai negara, termasuk Indonesia.
3. Upaya Pertamina Memastikan Pasokan Minyak Dalam Negeri Tetap Stabil
Meskipun ketegangan di Timur Tengah semakin meningkat, Pertamina memastikan pasokan minyak mentah domestik hingga saat ini masih dalam kondisi aman dan terkendali. Fadjar Djoko Santoso menegaskan bahwa Pertamina selalu memantau perkembangan situasi dan melakukan langkah-langkah strategis agar distribusi minyak nasional tidak terganggu.
Pertamina juga aktif mencari solusi logistik alternatif untuk menjaga keberlanjutan pasokan bahan bakar bagi masyarakat dan industri dalam negeri. Kesiapan menghadapi berbagai skenario ini menjadi bagian dari strategi Pertamina dalam menjaga stabilitas energi nasional di tengah ketidakpastian geopolitik.
4. Pentingnya Menjaga Stabilitas Selat Hormuz bagi Perekonomian Dunia
Selat Hormuz adalah salah satu jalur laut tersibuk dan terpenting di dunia untuk perdagangan minyak. Menjaga kelancaran navigasi di kawasan ini sangat krusial untuk kestabilan ekonomi global. Gangguan di Selat Hormuz akan mengirimkan gelombang kejut ke pasar minyak internasional dan memicu efek domino yang merugikan semua pihak.
Karena itu, berbagai negara dan perusahaan energi, termasuk Pertamina, terus memantau perkembangan situasi dan menyiapkan berbagai langkah mitigasi agar dampak penutupan selat ini bisa diminimalisasi. Langkah-langkah proaktif ini menjadi kunci agar pasokan energi tetap terjamin dan ekonomi dunia tidak terguncang hebat akibat konflik yang terjadi di kawasan tersebut.