Penyaluran Beras Murah Terhambat, Badan Pangan Nasional Tunggu Anggaran Cair

Kuatbaca.com - Rencana pemerintah untuk menyalurkan beras murah melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) hingga kini belum terlaksana. Penyebab utamanya adalah belum cairnya Anggaran Belanja Tambahan (ABT) dari Kementerian Keuangan yang diperlukan untuk menjalankan program tersebut. Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebelumnya menargetkan distribusi beras murah bisa dimulai pada bulan Juni 2025, namun hingga akhir bulan, realisasinya belum bisa dimulai karena proses anggaran masih dalam tahap persetujuan.
Langkah ini seharusnya menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk menjaga harga beras tetap stabil di tengah fluktuasi pasokan yang biasa terjadi pasca-panen raya. Di beberapa daerah, harga beras sudah menunjukkan kenaikan sebesar 5–10 persen, sebuah kondisi yang perlu diantisipasi segera agar tidak berdampak pada daya beli masyarakat.
1. SPHP Sempat Berjalan, Namun Terhenti Sementara
Program SPHP sebenarnya telah dilaksanakan sejak awal tahun hingga menjelang Idulfitri. Berdasarkan data Bapanas, volume beras yang telah disalurkan mencapai 181 ribu ton. Meski demikian, angka ini masih jauh dari target tahunan sebesar 1,5 juta ton untuk tahun 2025. Penyaluran sempat dihentikan sementara untuk memberikan ruang bagi panen raya agar stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) bisa terisi optimal dari hasil penyerapan dalam negeri.
Saat ini, total stok CBP tercatat mencapai 4,15 juta ton, di mana sekitar 1,8 juta ton merupakan stok transfer dari tahun 2024, sementara 2,5 juta ton lainnya berasal dari hasil penyerapan beras dalam negeri. Ini menunjukkan bahwa meski distribusi SPHP belum optimal, langkah penyerapan domestik masih berjalan dengan baik.
2. Tantangan Koordinasi Antar Lembaga Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa kendala seperti ini semestinya bisa dihindari dengan perencanaan anggaran yang lebih matang sejak awal tahun, termasuk dengan melibatkan DPR RI dalam perencanaan jangka panjang. Menurutnya, keterlambatan pencairan anggaran tidak hanya berdampak pada penyaluran SPHP, tetapi juga pada program-program bantuan pangan lainnya yang vital bagi masyarakat berpendapatan rendah.
Ia menambahkan, ke depannya perlu ada kesepakatan dengan Komisi IV DPR RI agar proses penyusunan anggaran untuk program pangan strategis seperti SPHP dan bansos dapat dilakukan lebih awal dan tidak bergantung pada mekanisme ABT. Dengan demikian, implementasi program pangan nasional akan lebih efektif dan tepat waktu.
3. Imbas Bagi Masyarakat dan Ketahanan Harga Pangan
Keterlambatan penyaluran beras SPHP tentu memiliki dampak langsung terhadap masyarakat, terutama kelompok rentan yang sangat bergantung pada ketersediaan beras dengan harga terjangkau. Jika harga beras di pasar terus naik tanpa ada intervensi dari pemerintah, maka beban ekonomi rumah tangga berpenghasilan rendah akan semakin berat.
Selain itu, program SPHP juga berfungsi sebagai penyeimbang harga di pasar agar spekulan atau pedagang tidak menaikkan harga secara tidak wajar. Penundaan program ini bisa menciptakan ruang spekulasi yang merugikan konsumen. Oleh karena itu, kepastian waktu penyaluran menjadi kunci utama dalam menjaga ketahanan harga pangan nasional.
4. Harapan ke Depan: Sistem Anggaran yang Lebih Responsif
Arief menekankan pentingnya sistem anggaran yang lebih fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan urgen seperti stabilisasi harga pangan. Ia berharap mulai tahun anggaran 2026, seluruh program SPHP, bantuan sosial pangan, maupun bantuan luar negeri, bisa masuk dalam perencanaan awal tanpa perlu menunggu ABT dari Kemenkeu.
Dengan demikian, program bantuan bisa berjalan secara berkelanjutan tanpa gangguan administratif, dan upaya menjaga stabilitas harga pangan nasional dapat dijalankan dengan lebih cepat dan efisien. Pemerintah diharapkan mulai menyusun mekanisme permanen dan terintegrasi, sehingga setiap program pangan prioritas memiliki cadangan anggaran yang siap digerakkan kapan saja.