Penundaan PPN 12%: Langkah Strategis Pemerintah yang Penuh Perhitungan

29 November 2024 09:30 WIB
kuatbaca.jpg

Kuatbaca.com - Di awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, muncul kabar di beberapa media bahwa rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% hampir pasti diundur. Pernyataan ini disampaikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional dan Penasihat Khusus Presiden Bidang Digitalisasi dan Teknologi Pemerintahan. Sebagai praktisi hukum bisnis, saya memandang keputusan ini sebagai langkah strategis dan cerminan kepemimpinan yang cerdas.

 

Penundaan kebijakan sebesar ini bukan tanda keraguan, melainkan sinyal bahwa pemerintah baru siap bergerak hati-hati, membaca situasi, dan mengutamakan keseimbangan ekonomi. Ketika perubahan besar seperti ini muncul di awal masa jabatan, wajar jika ada kekhawatiran dari pelaku usaha hingga masyarakat. Namun, keputusan untuk menunda justru menunjukkan keberanian pemerintah untuk mendengar dan beradaptasi.


Tidak hanya soal pajak, langkah ini juga harus dilihat dalam konteks prioritas besar pemerintah, yakni ketahanan pangan nasional. Presiden Prabowo telah menegaskan komitmennya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu memenuhi kebutuhan pangan sendiri dan bahkan menjadi eksportir di beberapa sektor strategis. Penundaan PPN 12% memberi ruang bagi sektor pertanian dan agribisnis untuk beradaptasi dan tumbuh tanpa tekanan tambahan.


Sektor pangan adalah salah satu sektor yang paling terdampak jika beban pajak meningkat. Kenaikan PPN dapat langsung memengaruhi harga kebutuhan pokok, yang pada akhirnya berdampak pada inflasi dan daya beli masyarakat. Dengan menunda kebijakan ini, pemerintah menunjukkan bahwa mereka memahami pentingnya menjaga stabilitas harga pangan, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.


Mengapa penundaan ini langkah tepat ? Pemulihan ekonomi pasca pandemi belum sepenuhnya selesai. Pelaku usaha, terutama UMKM yang menopang ekonomi nasional, masih berjuang untuk bangkit. Kenaikan PPN saat ini hanya akan menambah beban, baik bagi mereka yang memproduksi maupun masyarakat sebagai konsumen akhir. Dengan menunda kebijakan ini, pemerintah memberi ruang bagi sektor riil untuk bernapas lebih lega dan mempersiapkan diri.


Dikarenakan investor butuh kepastian, bukan kejutan, Pemerintah baru membawa harapan stabilitas, termasuk bagi investor lokal maupun asing. Langkah ini mengirimkan sinyal bahwa kebijakan ekonomi tidak diambil secara terburu-buru, melainkan melalui pertimbangan matang. Bagi para pelaku usaha, ini adalah pesan bahwa pemerintah mendukung iklim usaha yang kondusif, di mana regulasi tidak menjadi hambatan, tetapi justru pendukung.Transisi yang Lebih Mulus untuk Sistem Pajak dan Kebijakan perpajakan yang besar membutuhkan kesiapan dari semua pihak, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, hingga masyarakat. Jika diterapkan terlalu cepat tanpa edukasi dan adaptasi, risiko kebingungan hingga ketidakpatuhan pajak akan meningkat. Dengan menunda penerapan PPN 12%, pemerintah punya waktu untuk mengedukasi dan menyelaraskan kebijakan ini dengan reformasi perpajakan yang lebih besar dan menyeluruh.


Dilihat dari perspektif hukum bisnis, kepastian adalah segalanya dan inti dari bisnis adalah kepastian. Ketika pemerintah mengambil langkah besar seperti menaikkan pajak, waktu dan cara implementasi sangat menentukan. Penundaan ini menunjukkan bahwa pemerintah menghargai kepastian hukum dan waktu adaptasi bagi dunia usaha. Salah satu risiko terbesar dalam implementasi kebijakan yang terlalu cepat adalah meningkatnya sengketa hukum. Bisnis membutuhkan waktu untuk menyesuaikan sistem internal mereka, termasuk software keuangan, laporan pajak, hingga penyesuaian harga barang. Dengan adanya penundaan, risiko ini dapat diminimalkan, dan pelaku usaha dapat merencanakan strategi jangka panjang mereka tanpa tergesa-gesa.


Keputusan ini juga memberikan gambaran tentang gaya kepemimpinan di era Presiden Prabowo yang sangat memprioritaskan dampak positif bagi masyarakat luas. Langkah ini membuktikan bahwa pemerintah tidak alergi terhadap masukan dan siap menunda kebijakan jika situasinya belum mendukung. Ke depan, ini membuka ruang untuk dialog lebih intens antara pemerintah dan pelaku usaha, termasuk diskusi tentang bagaimana kebijakan pajak dapat diintegrasikan dengan visi besar pembangunan ekonomi Indonesia.


Penundaan PPN 12% adalah bukti bahwa pemerintah baru ingin memastikan semua pihak siap sebelum kebijakan besar diberlakukan. Ini bukan hanya soal angka pajak, tetapi juga soal menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat, di mana setiap kebijakan membawa manfaat nyata bagi masyarakat dan dunia usaha.


Ketahanan pangan dan stabilitas ekonomi adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Dengan menunda kebijakan ini, pemerintahan Prabowo telah menunjukkan komitmennya untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Jika langkah-langkah seperti ini terus dilanjutkan, Indonesia akan memiliki fondasi yang lebih kokoh untuk menjadi bangsa yang mandiri dan berdaya saing global.


Mari kita dukung bersama visi besar ini demi Indonesia yang lebih kuat, adil, dan sejahtera. Kita tunggu implementasi berikutnya dengan penuh harapan dalam membangun Indonesia.

 

Budi Setiaji SH

(Managing Partner BS Law Office)

 

ppn naik

Fenomena Terkini






Trending